Abu Umamah ra berkata: “Ya Rasulullahu Saw tunjukkan padaku amalan yang bisa memasukanku ke syurga.” Beliau menjawab: “Atasmu puasa, tidak ada (amalan) yang semisal dengan itu.” )11 HR. an-Nasa’i Dalam menyambut bulan Ramadhan, seringkali kita tidak punya persiapan sama sekali. Sehingga ketika datang bulan yang istimewa ini, sikap kita terhadap kedatangan bulan ini adalah seperti bulan-bulan biasa saja. Bahkan kadang-kadang kita menganggap bahwa bulan istimewa ini akan mendatangkan banyak beban. Na’udzubillah min dzalik! Dan seringkali juga kita tidak tahu tentang hukum-hukum syara’ yang terkait dengan bulan Ramadhan. Sehingga kita akan banyak melihat orang Islam yang melanggar hukum-hukum syara’ yang terkait di bulan Ramadhan. Oleh karena itu ada beberapa persiapan yang patut dilakukan. Persiapan tersebut guna mendapatkan buah Ramadhan yang mahal dan dapat melakukan amaliyahnya secara optimal dan maksimal. Sehingga bukan saja merasa senang dan gembira dengan datangnya Ramadhan akan tetapi memang sudah dipersiapkan sematang mungkin untuk berlomba-lomba dalam aktifitas kebajikan. 1. Persiapan Nafsiyah Yang dimaksudkan dengan mempersiapkan nafsiyah adalah menyambut dengan hati gembira bahwasanya Ramadhan datang sebagai bulan untuk mendekatkan diri pada Allah SWT. Maknawiyah yang siap akan memandang Ramadhan bukan sebagai bulan penuh beban melainkan bulan untuk berlomba-lomba meningkatkan kualitas ubudiyah dan meraih derajat tertinggi di sisi Allah SWT. Persiapan nafsiyah merupakan hal yang penting untuk diperhatikan dalam upaya memetik manfaat sepenuhnya dari ibadah puasa. Tazkiyatun nafsi (kesucian jiwa) akan melahirkan keikhlasan, kesabaran, ketawakalan dan amalan-amalan hati lainnya, yang akan menuntun seseorang kepada jenjang ibadah yang berkualitas dan kuantitas. Dan salah satu cara untuk mempersiapkan jiwa dan spritual untuk menyambut bulan Ramadhan adalah dengan jalan melatih dan memperbanyak ibadah-ibadah di bulan-bulan sebelumnya (minimal di bulan Sya’ban), sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits ‘Aisyah ra: “Belum pernah Rasulullah Saw berpuasa (sunnah) di bulan-bulan lain, sebanyak yang ia lakukan di bulan Sya’ban.” [HR. Muslim]. Seorang yang menjalani ibadah puasa di Bulan Ramadhan tanpa memiliki kesiapan secara nafsiyah dikhawatirkan puasanya akan menjadi sia-sia sebagaimana hadits Rasulullah Saw dengan sabdanya. Dari Abu Hurairah ra berkata, bersabda Rasulullah Saw: “Berapa banyak orang berpuasa, tidak mendapatkan sesuatu pun dari puasanya kecuali lapar. Dan berapa banyak orang yang shalat malam, tidak mendapatkan sesuatu pun dari shalatnya melainkan hanya bergadang.” [HR. Ibnu Majah]. 2. Persiapan Tsaqafiyah Untuk dapat meraih amalan di bulan Ramadhan secara optimal maka diperlukan pemahaman yang mendalam mengenai fiqh ash-shiyâm. Oleh karena itu persiapan tsaqafiyah tidak kalah penting bagi seseorang untuk mendapatkannya. Dengan pemahaman fiqh ash-shiyâm yang baik dia akan memahami dengan benar mana perbuatan yang dapat merusak nilai shiyamnya dan mana perbuatan yang dapat meningkatkan nilai dan kualitas shiyamnya. Dari Mu’adz bin Jabal ra: “Hendaklah kalian memperhatikan ilmu, karena mencari ilmu karena Allah adalah ibadah.” Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah mengomentari hadits diatas, “Orang berilmu mengetahui tingkatan-tingkatan ibadah, perusak-perusak amal, dan hal-hal yang menyempurnakannya dan apa-apa yang menguranginya.” Suatu amal perbuatan tanpa dilandasi ilmu, maka kerusakannya lebih banyak daripada kebaikannya, dan hanya dengan ilmu kita dapat mengetahui kaifiat berpuasa dan shalat yang benar serta sesuai dengan syariat Islam. Jembatan menuju kebenaran adalah ilmu, dan siapa yang menempuh perjalanan hidupnya dalam rangka menuntut ilmu maka Allah SWT akan memudahkan baginya jalan menuju Surga. Dari Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa yang berjalan untuk menuntut ilmu, niscaya Allah SWT memudahkan baginya jalan menuju Surga.” [HR. Muslim]. 3. Persiapan Jasadiyah Tidak dapat dipungkiri bahwa aktifitas Ramadhan banyak memerlukan kekuatan fisik, untuk shiyamnya, tarawihnya, tilawahnya dan aktifitas ibadah lainnya. Dengan kondisi fisik yang baik dapat melakukan ibadah tersebut tanpa terlewatkan sedikitpun juga. Karena bila kondisi fisik tidak prima terbuka peluang untuk tidak melaksanakannya amaliyah tersebut dengan maksimal, bahkan dapat terlewatkan begitu saja. Padahal bila terlewatkan nilai amaliyah Ramadhan tidak dapat tergantikan pada bulan yang lain. 4. Persiapan Maliyah Persiapan materi ini bukanlah untuk beli pakaian baru atau bekal perjalanan pulang kampung atau untuk membeli kue-kue iedul fitri. Akan tetapi untuk infaq, shadaqah dan zakat. Sebab nilai balasan infaq, shadaqah dan zakat akan dilipat gandakan sebagaimana kehendak Allah SWT. Imam at-Tirmidzi meriwayatkan: “Rasulullah pernah ditanya, ‘Sedekah apakah yang paling utama?’ Beliau menjawab, ‘Seutama-utamanya sedekah adalah sedekah di bulan Ramadhan’.” )12 Oleh karena itu, sebaiknya aktivitas ibadah di Bulan Ramadhan harus lebih mewarnai hari-hari kita ketimbang aktivitas mencari nafkah atau yang lainnya. Pada bulan ini setiap Muslim dianjurkan memperbanyak amal kebajikan, shadaqah, memberi makan, dan lain-lain. Karena itu, seyogyanya dibuat sebuah agenda maliyah yang memprediksikan pengeluaran dan pendapatan selama bulan Ramadhan. Dengan jelas posisi keuangan kita dapat melakukan penjadwalan dan mengalokasikan shadaqah dan infaq serta makanan yang akan kita berikan sepanjang bulan itu. Karena moment Ramadhan merupakan moment yang paling tepat dan utama untuk menyalurkan ibadah maliyah kita. Bulan Ramadhan merupakan bulan muwâsah (bulan santunan). Sangat dianjurkan memberi santunan kepada orang lain, betapapun kecilnya. Pahala yang sangat besar akan didapat oleh orang yang tidak punya, manakala ia memberi kepada orang lain yang berpuasa, sekalipun cuma sebuah kurma, seteguk air atau sesendok nasi. Rasulullah Saw pada bulan Ramadhan ini sangat dermawan, sangat pemurah. Digambarkan bahwa sentuhan kebaikan dan santunan Rasulullah Saw kepada masyarakat sampai merata, lebih merata ketimbang sentuhan angin terhadap benda-benda di sekitarnya. Hal ini sebagaimana diceritakan oleh Ibnu ‘Abbas ra: “Nabi Saw adalah orang yang paling dermawan, dan beliau lebih dermawan pada bulan Ramadhan, saat beliau ditemui Jibril untuk membacakan kepadanya al-Qur’an. Jibril menemui setiap malam pada bulan Ramadhan, lalu membacakan kepadanya al-Qur’an. Rasulullah Saw ketika ditemui Jibril lebih dermawan dalam kebaikan daripada angin yang berhembus.” [HR. Bukhari dan Muslim]. )13 Santunan dan sikap ini sudah barang tentu tidak dapat dilakukan dengan baik kecuali manakala jauh sebelum Ramadhan telah ada persiapan-persiapan materi yang memadai. Termasuk dalam persiapan maliyah adalah mempersiapkan dana agar dapat beri’tikaf dengan tenang tanpa memikirkan beban ekonomi untuk keluarga. Untuk itu, mesti dicari tabungan dana yang mencukupi kebutuhan di bulan Ramadhan. 5. Persiapan Ramadhan Untuk Anak Kita Dalam menyambut bulan Ramadhan, kadangkala kita lupa/tidak pernah mempersiapkan anak-anak yang masih kecil dan baru akan belajar puasa Mengantarkan anak untuk berpuasa dan memahami maknanya, sungguh bukan pekerjaan yang mudah. Keberhasilan mengkondisikan anak, memerlukan persiapan sejak jauh hari. Ada beberapa kiat yang bisa kita lakukan sebagai orang tua, untuk merancang pola pendidikan terbaik bagi putra-putri kita selama bulan Ramadhan. 5.1. Mengenalkan Ramadhan Lewat Cerita dan Mainan Salah satu cara untuk mengenalkan Ramadhan kepada anak-anak kita adalah dengan kita memilih cerita-cerita mengenai kisah-kisah menarik seputar Ramadhan, baik mengenai sahabat atau Rasulullah yang berjuang di bulan Ramadhan, atau menggambarkan suasana puasa dan keutamaan bagi yang menjalankannya. Cara lain adalah dengan mengarang sendiri cerita yang ada hubungan dengan Ramadhan. Ini bisa dilakukan dengan cara menceritakan pengalaman kita menjalani ibadah puasa dimassa kecil kita. Kita juga bisa memperkenalkan Ramadhan dengan mainan juga, dengan cara main puzzle yang bernuansa Islam, atau cara lain adalah dengan membeli mainan untuk komputer yang interaktif. Ini semua bisa kita mulai seminggu atau beberapa hari sebelum datangnya bulan Ramadhan. Tergantung pada umur anak, kita bisa sekaligus juga mengajak anak untuk membuat rencana kegiatan selama bulan Ramadhan nanti dan menentukan target-target yang ingin mereka capai. Kita juga harus memberi harapan bagi mereka untuk mencapai target-targetnya. Dengan mengenalkan Ramadhan lewat cerita dan mainan, suasana Ramadhan sudah terbangun dalam alam pikiran anak. Sehingga ia akan mengharapkan kedatangan bulan ini dengan penuh semangat dan antusias. 5.2. Membangun Suasana yang Kondusif Membangun suasan yang kondusif itu penting juga, karena ini akan mempengaruhi semangat anak. Salah satu cara adalah dengan mengubah penataan rumah. Misalnya mempersiapkan ruang khusus untuk sholat berjama’ah dan tadarus al-Qur’an. Ajak anak-anak menghiasi ruang tersebut dengan tulisan-tulisan kaligrafi dan gambar-gambar Islami. Cara lain adalah dengan mengubah letak permainan, tv, buku, atau majalah yang bersifat umum, dan diganti dengan majalah atau buku-buku Islam. Kamar tidur anak dapat dihias dengan tulisan hadist, ataupun semboyan seputar puasa atau bulan Ramadhan, yang akan membangkitkan semangat mereka jika nanti menahan lapar dan haus ketika puasa. Tempelkan juga target dan jadwal kegiatan yang telah disusun bersama anak, dan persiapkan stiker bintang yang siap ditempel untuk setiap rencana yang berhasil dicapai oleh anak kita. Kerjakan bersama anak agar ia termotivasi untuk mendapatkan bintang sebanyak mungkin sampai akhir Ramadhan. Di samping membangun suasana anggota keluarga, juga agar selama Ramadhan lebih banyak waktu yang dapat digunakan untuk kegiatan ibadah. Kita bisa juga mengkondisikan lingkungan bermain dan kehidupan sehari-hari si anak dengan menyenangkan sehingga anak akan tertarik untuk mulai turut mencoba. Misalnya dengan mengundang kawan-kawan dekatnya untuk bersama-sama berbuka puasa di rumah. Bisa juga sahur bersama, dengan menginap di rumah. Perasaan senang tanpa tekanan dalam beribadah sangat penting bagi anak-anak. Jika ibadah merupakan paksaan, di benaknya akan tersimpan secara tak sadar, bahwa ibadah identik dengan tekanan. Membiasakan anak melakukan shalat terawih berjama’ah di masjid, bisa menjadikannya sebagai pengalaman yang tak terlupakan. Tadarrus al-Qur’an dan mabit (menginap) di mushalla untuk i’tikaf, mengikuti pesantren Ramadhan, ikut berkeliling kampung membangunkan orang untuk makan sahur, semuanya akan sangat menarik karena hanya ada dalam bulan Ramadhan. 5.3. Penyusunan Menu Makanan yang Bergizi Ibu dapat mulai menyusun menu dengan gizi yang seimbang untuk anak yang puasa. Juga mulai melatih pola makan dari 3 kali sehari menjadi 2 kali saja. Bila dilihat dari pola kebiasaan makan, berpuasa sebetulnya hanya memindahkan jam, atau mengurangi satu kali waktu makan saja. Bila biasanya makan 3 kali sehari, menjadi 2 kali, yaitu waktu sahur dan waktu berbuka puasa. Penyusunan menu ini untuk menghindari terjadinya kekurangan zat gizi pada anak. Kecukupan gizi pada anak akan terpenuhi apabila saat berbuka dan makan sahur mereka mengkonsumsi makanan yang beragam dalam jumlah yang cukup. 5.4. Bersahur Bersama Keluarga Bila esok mulai berpuasa, berarti malam sebelumnya kita akan melaksanakan sholat terawih dan sahur. Melatih anak-anak untuk berpuasa dapat dimulai dengan belajar bangun malam untuk makan sahur bersama. Untuk menarik minat anak, siapkan menu makanan kegemarannya dan buat suasana sahur menyenangkan baginya sehingga tidak merasa berat bangun tengah malam. Biarkan anak makan di akhir waktu sahur. Awal puasa, biarkan mereka coba dulu puasa hanya setengah hari. Ia akan berbuka pada tengah hari karena masih latihan. Dengan cara latihan yang bertahap seperti itu, si anak tidak merasa berat lagi untuk melakukan puasa. 5.5. Khatimah Banyak sekali manfaat yang kita bisa ambil dengan anak-anak berpuasa. Misalnya dari sisi kesehatan, ibadah puasa memberikan istirahat pada organ-organ pencernaan tubuh, termasuk sistim enzim dan hormonal, yang kemudian akan bekerja kembali dengan lebih sempurna. Selain itu anak-anak yang mencoba untuk ikut berpuasa, sesungguhnya sedang dilatih untuk berdisiplin. Berdisiplin untuk bangun sahur pada malam hari, makan tepat waktu berbuka dan menahan nafsu. Termasuk sebagai latihan untuk taat pada perintah agama. Latihan ini bukan hanya pada menahan lapar saja, tetapi lebih penting pada esensi berpuasa itu sendiri. Karenanya, bila memang belum waktunya anak puasa penuh, biarlah mereka berbuka di tengah hari. Termasuk dalam mendidik si kecil dalam hal puasa. Pembiasaan puasa juga bisa mendidik anak-anak untuk jujur, misalnya mereka tetap berpuasa sekalipun teman-temannya di sekolah tidak. Kalaupun karena tidak kuat menahan lapar atau godaan teman ia terpaksa berbuka di luar rumah, anak juga bisa diajar untuk berterus-terang, bukan berbohong dan malu mengakui kesalahannya. Ini bisa dengan cara kita tidak marah sama mereka jika mereka berbuka karena tidak kuat atau karena godaan. (Iwan Setiawan DVL ) *** Catatan Kaki : 11 HR. an-Nasa’i 4/165, Ibnu Hibban hal. 232 Mawarid), al-Hakim 1/421, sanadnya shahih. 12 HR. at-Tirmidzi kitab Zakat: 599, al-Baihaqi, Ibnu Khuzaimah. Imam at-Tirmidzi berkata: “Hadits ini gharib”. 13 Hadits ini diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad dengan tambahan: “Dan beliau tidak pernah dimintai sesuatu kecuali memberikannya.”
Rabu, 21 Agustus 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar