Selasa, 02 April 2013

Beristirahat Akan Sangat Membantu Kelanjutan Perjalanan

Dalam syariah jelas sekali, ada kebebasan yang membantu seseorang untuk meningkatkan kualitasnya dalam beribadah, dalam berimfak dan dalam beramal shaleh. Rasulullah SAW sendiri biasa tertawa, bercanda, dan tidak berbicara kecuali yang perlu-perlu saja. “Dan bahwasannya Dialah yang membuat manusia tertawa dan menangis.” (QS. An-Najm: 43) Beliau pernah mengajak `Aisyah balapan lari, dan selalu bijaksana mempertimbangkan kapan harus memberi nasihat kepada para shahabatnya semata-mata untuk menghindarkan kebosanan pada diri mereka. Rasulullah juga melarang sesuatu yang dibuat-buat, terlalu mendalam, dan menyulitkan diri sendiri. Beliau pernah mengabarkan bahwa orang yang mempersulit dirinya dalam menjalankan agama maka agama akan benar-benar mempersulitnya. Dalam sebuah hadits juga disebutkan bahwa agama ini sangat kuat dan tegas maka perlakukanlah dia dengan lembut. Dalam hadits yang lain juga disebutkan bahwa setiap hamba itu memiliki vitalitasnya masing-masing yakni kekuatan, ketegasan, dan kemampuan untuk menolak. Seseorang yang terlalu memaksakan diri untuk melakukan yang terlalu berat akan hancur. Sebab dia hanya melihat pada kondisi sekarang saja, tanpa memperhatikan apa saja yang bisa terjadi secara tiba-tiba, berapa lamanya, dan sampai dimana kebosanan itu karena selalu tertekan. Orang yang berpikir akan menyadari bahwa dirinya memiliki batas minimal kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaannya secara marathon. Ketika suatu saat sedang bersemangat maka dia akan menambah volume pekerjaan yang diselesaikannya, dan ketika suatu saat sedang tidak bersemangat maka dia akan bekerja dengan kemampuan minimalnya. Inilah makna dari atsar shahabat: Jiwa itu memiliki kemampuan untuk maju dan untuk mundur. Maka pergunakanlah kemampuan itu sebaik-baiknya tatkala sedang maju, dan tinggalkanlah dia saat sedang mundur. Sejauh pengamatan saya, orang yang memaksakan diri untuk menambah berat timbangan amalnya, terlalu banyak melakukan yang nafilah, dan nekad melakukan amalan diluar batas kemampuannya, justru akan terputus dari amalan itu dan kembali melemah, bahkan jauh lebih lemah dari sebelumnya. Agama pada dasarnya, datang untuk membahagiakan umat manusia. “Kami tidak menurunkan al-Qur’an ini kepadamu agar kamu menjadi susah.” (QS. Thaha: 2) Allah menghinakan orang-orang yang membebani diri mereka dengan sesuatu yang diluar batas kemampuannya, yang akhirnya harus menarik diri dari dunia nyata dengan melanggar apa yang telah mereka komitmenkan terhadap diri mereka sendiri. “Dan, mereka mengada-ngadakan rahbaniyah, padahal Kami tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi (mereka sendirilah yang mengada- ngadakannya) untuk mencari keridhaan Allah, lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya.” (QS. Al-Hadid: 27) Kelebihan Islam dibandingkan gama-agama lain didunia adalah bahwa Islam itu agama fitrah, agama yang bersahaja, agama yang memperhatikan sukma dan raga, dunia dan akhirat, dan agama yang mudah. “(Itulah) agama yang lurus.” (QS. Ar-Rum: 30) Diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri: “Ada seorang Arab Badui datang kepada Rasulullah dan bertanya, `Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling baik?’ Rasulullah menjawab, `Seorang mukmin yang berjihad di jalan Allah dengan jiwa dan hartanya, kermudian seeorang yang mengasingkan diri di sebuah lembah untuk menyembah Rabbnya’.” Dalam riwayat lain juga ditambahkan: “…, dan bertakwa kepada Allah, serta meninggalkan manusia dari kejahatannya.” Masih dari Abu Said al-Khudri: “Saya mendengar Rasulullah bersabda, `Hampir tiba masanya di mana sebaik-baik harta seorang muslim adalah seekor domba yang menyusuri lereng-lereng gunung dan di tempat mengembara (desa) karena melarikan diri membawa agamanya untuk menjauhi fitnah’.” (HR. Bukhari) Umar bin Al-Khaththab pernah berkata, “Menyendirilah sewajarnya.” Sangat bagus pesan yang disampaikan oleh Junaid al- Baghdadi. “Menguat-nguatkan diri untuk ber’uzlah itu jauh lebih mudah daripada harus memaksakan diri untuk bergaul dengan banyak orang.” Al-Khaththabi mengatakan, “Seandainya manfaat ber’uzlah itu hanyalah menghindarkan diri dari kebiasaan ghibah dan dari kebiasaan melihat kemungkaran yang tidak mampu dia hilangkan, maka itu sudah merupakan sesuatu kebaikan yang besar.” Ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan Hakim dari Abu Dzar secara marfu’ dengan sanad hasan: “Menyendiri itu lebih baik daripada duduk dengan teman yang buruk budi pekertinya.” Al-Khaththabi menyebutkan dalam bukunya al-`Uzlah bahwa ber’uzlah dan bergaul itu berbeda seiring dengan keadaan seseorang. Dalil- dalil yang diturunkan menyuruh untuk bergaul dengan orang lain karena itu berkaitan dengan ketaatan kepada para pemimpin dan untuk mengkaji masalah-masalah agama. Untuk pergaulan-pergaulan yang lain, bagi yang sudah mempunyai penghidupan yang cukup dan kemampuan untuk menjaga agamanya, maka lebih baik untuk mengurangi kegiatan itu dengan tidak mempengaruhi kewajibannya untuk bershalat jamaah, menjawab salam, menengok orang sakit, menghadiri pemakaman, dan lain sebagainya.. Maksud mengurangi disini adalah mengurangi kontak sosial yang berlebihan karena itu hanya akan membuat hati tidak tenang dan waktu yang seharusnya untuk melakukan hal-hal yang lebih penting terbuang sia-sia. Bergaul dengan orang lain tak ubahnya kebutuhan tubuh terhadap makan dan minum. Artinya, dalam menghadapi makanan dan minuman itu, seseorang harus bisa mendahulukan mana yang dibutuhkan dan mana yang tidak, karena yang demikian itu lebih bersih untuk tubuh dan hati. Al-Qusyairi dalam ar-Risalah mengatakan bahwa alasan orang memilih ber’uzlah adalah untuk menghindarkan orang lain dari kemungkinan kejahatan yang ia lakukan, bukan sebaliknya: menghindarkan dirinya dari kemungkinan kejahatan yang dilakukan orang lain. Alasan pertama, menghindarkan diri dari sikap merendahkan diri, karena itu merupakan sifat orang yang merendahkan diri. Sedangkan alasan kedua, karena keyakinan bahwa dirinya lebih baik dari orang lain, yang merupakan sifat orang yang sombong. Dalam masalah `uzlah , orang digolongkan menjadi tiga: dua golongan ekstri dan satu golongan lagi moderat. Pertama, orang yang menjauh dari masyarakat sampai pada shalat jum’at, shalat jama’ah, shalat hari raya, dan kumpulan-kumpulan yang bertujuan baik lainnya. Mereka ini salah. Kedua, orang yang bergaul dan berbaur dengan masyarakat sampai dalam hal-hal yang diikuti syetan, yang mengandung ketidakbenaran, gossip, dan tak membuang waktu percuma. Mereka juga salah. Sedangkan kelompok ketiga adalah orang yang bercampur dengan masyarakat dalam ibadah-ibadah yang hanya bisa dilakukan secara berjama’ah, melibatkan diri dalam kegiatan yang prinsipnya saling tolong-menolong untuk kebaikan, ketakwaan, dan mendatangkan pahala dan ganjaran. Selain itu juga, menjauhi kegiatan-kegiatan yang menghalangi kedekatannya dengan Allah dan melakukan kemubahan yang berlebihan. “Dan, demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat yang adil dan pilihan.” (QS. Al-Baqarah: 143)[*] *** die *La Tahzan* DR. Aidh al-Qarni Abu Luthfia

Balasan Dari Jenis Amal

Dari Abdurrahman As-Sulamy, dia berkata, “Aku masuk masjid, dan pada waktu yang sama Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib berada diatas mimbar. Dia berkata: “Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah mewahyukan kepada salah seorang dari para nabi Bani Israel: Katakanlah kepada orang-orang yang taat kepada-Ku dari umatmu, `Janganlah mereka mengandalkan amal mereka, karena Aku tidak menggerakkan seseorang pada hari Kiamat saat hisab, kemudian Aku berkeinginan untuk mengazabnya melainkan Aku pun mengazabnya’. Katakan kepada orang-orang yang durhaka kepada-Kudari umat- mu, `Janganlah mereka putus asa, karena Aku mengampuni dosa-dosa besar, dan Aku tidak peduli. Tidak ada diantara penduduk kampung, tidak pula penduduk kota, dan tidak pula penduduk bumi, tidak pula orang khusus dan seorang wanita berada pada apa yang Kucintai, sehingga Aku pun berada pada apa yang dicintainya, kemudian dia beralih dari apa yang Kucintai kepada apa yang Kubenci, melainkan Aku juga beralih dari apa yang dicintainya kepada apa yang dibencinya. Sesungguhnya tidak ada dari penduduk kota, tidak pula penduduk bumi, laki-laki khusus maupun wanita, yang berada pada apa yang Kubenci, kemudian dia beralih dari apa-apa yang Kubenci kepada apa yang Kucintai, melainkan Aku juga beralih dari apa yang dibencinya kepada apa yang dicintainya’. Bukan termasuk golongan orang yang meramalkan keburukan atau meminta agar diramalkan baginya. Aku dengan akhlakku adalah bagiku.” (Diriwayatkan Ath- Thabrani di dalam Al-Ausath, di dalamnya ada Isa bin Muslim Ath Thahawy, yang menurut Abu Zar’ah, dia adalah lemah, sedangkan rijal yang lainnya tsiqat. Majma Az-Zawa’id, 1/307) Mengkhawatirkan Amal lebih Berat daripada Amal itu Sendiri Diriwayatkan dari Abud-Darda’, dari Rasulullah SAW beliau bersabda, “Sesungguhnya mengkhawatirkan amal lebih berat daripada amal itu sendiri. Sesungguhnya seseorang benar-benar mengerjakan amal lalu ditetapkan baginya amal orang lain yang shalih yang dikerjakannya secara sembunyi-sembunyi, yang pahalanya dilipatgandakan tujuh pluh kali. Lalu syetan senantiasa menghampirinya hingga dia menceritakan amalnya kepada manusia dan dia suka dirinya disebut-sebut dan dipuji karena amalnya itu, sehingga amalnya ditetapkan sebagai amal yang dilakukan secara terang-terangan dan sebagai perbuatan riya’. Hendaklah seseorang yang menjaga agamanya, takut kepada Allah dan seseungguhnya riya’ itu merupakan syirik.” (Diriwayatkan Al-Baihaqi. Menurut Al-Hafizh Abdul-Azhim, hadits ini mauquf. At-Targhib, 1/3). Orang yang Beramal untuk Mencari Ketenaran Dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW beliau bersabda, “Sesungguhnya orang yang pertama kali diadili pada hari kiamat ialah seseorang yang mati syahid. Dia didatangkan lalu diperkenalkan nikmat- nikmatnya dan dia pun mengenalinya. Allah bertanya, `Apa yang kamu kerjakan didunia?’ Dia menjawab, `Aku berperang karena-Mu hingga aku mati syahid’. Allah berfirman, “Kamu dusta, tapi kamu berperang agar dikatakan, `Dia adalah seorang pemberani’. Maka memang begitulah yang dikatakan. Kemudian Allah memerintahkan kepadanya agar dia ditelungkupkan wajahnya hingga dia dilemparkan ke neraka. Dan, seseorang yang mempelajari ilmu dan mengajarkan serta membaca Al- Qur’an, dia didatangkan lalu diperkenalkan nikmat-nikmatnya sehingga diapun mengenalinya. Allah berfirman, `Apa yang kamu amalkan di bumi?’ Dia menjawab, `Aku mempelajari ilmu dan mengajarkannya serta membaca Al-Qur’an karena-Mu’. Allah berfirman, `Kamu dusta. Tapi kamu mempelajari ilmu agar engkau dikatakan orang yang berilmu, dan kamu membaca Al-Qur’an agar kamu dikatakan, `Dia adalah qari’, dan memang begitulah yang dikatakan. Kemudian Allah memerintahkan kepadanya hingga dia ditelungkupkan pada wajahnya hingga dia dilemparkan ke neraka. Dan seseorang yang diberi kelapangan oleh Allah dan diberi-Nya berbagai macam harta, semuanya. Lalu dia didatangkan, lalu diperkenalkan nikmat-bnikmatnya kepadanya sehingga diapun mengenalinya. Allah berfirman, `Apa yang kamu kerjakan di dunia?’ Dia menjawab, `Aku tidak meninggalkan satu jalanpun yang Engkau suka jika di keluarkan shadaqah padanya, melainkan aku mengeluarkan shadaqah padanya karena-Mu’. Allah berfirman, `Kamu dusta’. tapi kamu mengerjakannya agar dikatakan, `Dia adalah orang yang dermawan’, dan memang begitulah yang dikatakan’. Kemudian Allah memerintahkannya hingga dia ditelungkupkan pada wajahnya kemudian dia dilemparkan ke neraka.” (Diriwayatkan Muslim, At-Tirmidzi dan An- Nasa’i).[*] *** die *Khutbah-Khutbah Rasulullahh* Muhammad Khalil Al-Khatib Abu Luthfia

Istiqomah

Istiqomah adalah anonim dari thughyan (penyeimbang atau melampaui batas). Ia bisa berarti berdiri tegak di suatu tempat tanpa pernah bergeser, karena akar kata istiqomah dari kata “qooma” yang berarti berdiri. Maka secara etimologi, istiqomah berarti tegak lurus. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, istiqomah diartikan sebagai sikap teguh pendirian dan selalu konsekuen. Dalil-dalil dan Dasar Istiqomah “Maka tetaplah (istiqomah) kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. 11:112). Juga dalam ayat lain disebutkan, “Kamilah Pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari (Tuhan) Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. 41: 31-32) “Sesunguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni- penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. 46: 13-14) Ayat diatas menggambarkan urgensi istiqomah setelah beriman dan pahala besar yang dijanjikan Allah SWT seperti hilangnya rasa takut, sirnanya kesedihan dan surga bagi hamba-hamba Allah yang senantiasa memperjuangkan nilai-nilai keimanan dalam setiap kondisi atau situasi apapun. Hal ini dikuatkan hadits Nabi berikut ini. “Aku berkata: “Wahai Rasulullah katakanlah kepadaku satu perkataan DALAM Islam yang aku tidak akan bertanya kepada seorang pun selain engkau. Beliau bersabda: “Katakanlah, `Aku beriman kepada Allah, kemudian beristiqomahlah (jangan menyimpang).” (HR. Muslim dari Abu’ Amarah Sufyan bin Abdullah) Faktor-Faktor yang Melahirkan Istiqomah Ibnu Qayyim dalam “Madaarijus Salikiin” menjelaskan bahwa ada lima faktor yang mampu melahirkan istiqomah dalam jiwa seseorang sebagaimana berikut: 1. Beramal dan melakukan optimalisasi “Dan berjihadlah kamu di jalan Allah dengan jihad yang sebenar- benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (al-Qur’an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atau segenap manusia, maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.” (QS. 22:78) 2. Berlaku moderat antara tindakan melampaui batas dan menyia-nyiakan “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS. 25:67) Rasulullah SAW bersabda kepada Abdullah bin Amr bin Al-Ash: “Wahai Abdullah bin Amr, sesungguhnya setiap orang yang beramal memiliki puncaknya dan setiap puncak akan mengalami kefuturan (keloyoan). Maka barangsiapa yang pada masa futurnya (kembali) kepada bid’ah, maka ia akan merugi” (HR. Iman Ahmad dari sahabat Anshor) 3. Tidak melampaui batas yang telah digariskan ilmu pengetahuannya “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya.” (QS. 17:36) 4. Tidak menyandarkan pada faktor kontemporal, melainkan bersandar pada sesuatu yang jelas – ikhlas Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam(menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan meunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. (QS. 98:5) 5. Mengikuti Sunnah Rasulullah SAW bersabda: “Siapa diantara kalian yang masih hidup sesudahku maka dia pasti akan melihat perbedaan yang keras, maka hendaklah kalian mengikuti sunnahku dan sunnah para Khalifah Rasyidin (yang lurus), gigitlah ia dengan gigi taringmu.” (Abu Daud dari Al- Irbadi bin Sariah) Imam Sufyan berkata: “Tidak diterima suatu perkataan kecuali bila ia disertai amal, dan tidaklah lurus perkataan dan amal kecuali dengan niat, dan tidaklah lurus perkataan, amal dan niat kecuali bila sesuai dengan sunnah.” *** die *Buleti Jum’at Ummul Quro*

Tolok Ukur Kebenaran

Apa dasarnya suatu pendapat/keyakinan dikatakan benar, atau salah? Di dalam kehidupan kita sehari-hari, sering kali suatu pendapat dikatakan benar karena pendapat itu telah diterima dan dijalankan secara turun temurun sejak zaman dahulu. Kita mendapati orang tua kita meyakini seperti itu, orang tua kita mendapati keyakinan yang sama dari kakek dan nenek kita, dan seterusnya. Padahal kalau kita perhatikan, suatu keyakinan terbentuk menjadi tradisi adalah karena ia dilakukan secara berkelanjutan dari generasi ke generasi, terlepas apakah yang dilakukan itu benar atau salah. Al-Qur’an menggambarkan bagaimana manusia secara keliru telah mengidentikkan tradisi dengan kebenaran. Ketika diajak untuk mengikuti apa yang diturunkan Allah, mereka yang ingkar menolaknya dan memilih untuk mengikuti apa yang sudah menjadi tradisi dari dulu. “Dan apabila dikatakan kepada mereka, ‘Ikutilah apa yang Allah turunkan’. Mereka berkata, ‘(tidak) bahkan kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari nenek moyang kami.’ Padahal nenek moyang mereka tidak memahami sesuatu, dan tidak mendapat petunjuk.” (Q.S. 2:170) Sandaran berikutnya yang juga sangat umum digunakan orang dalam menetapkan benar atau salahnya suatu keyakinan adalah pendapat umum. Orang-orang ini melakukan sesuatu semata-mata karena kebanyakan orang juga melakukan hal yang sama. Mereka menyandarkan tindakannya pada sebuah asumsi bahwa tidaklah mungkin sekian ratus juta atau sekian milyar orang telah mempraktikkan sesuatu yang salah. Terdapat rasa aman dan nyaman ketika melakukan sesuatu yang sesuai dengan kebanyakan orang. Perasaan tersebut manusiawi sifatnya, karena jumlah pendukung yang banyak cenderung meningkatkan “kesan benar” suatu keyakinan. “Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang yang berakal, agar kamu beruntung.” (Q.S. 5:100) Namun di balik aman dan nyaman yang dirasakan itu, perlu diingat bahwa sesuatu yang dilakukan oleh kebanyakan orang bukanlah jaminan kebenaran. Ketika ratusan juta orang sama-sama memelihara asumsi (persangkaan) bahwa apa yang mereka lakukan itu benar, sedangkan al-Qur’an berkata lain, maka hasil akhirnya adalah semua akan sama-sama salah dan salah sama-sama. “Dan jika kamu mengikuti kebanyakan orang di muka bumi ini, mereka akan menyesatkan kamu dari jalan Allah, mereka tidak lain hanyalah mengikuti prasangka belaka dan mereka hanyalah berdusta.” (Q.S. 6:116) Fatwa dari orang-orang yang memiliki pengaruh seperti pemuka agama adalah alternatif lain pedoman kebenaran bagi banyak orang. Kondisi ini didukung oleh kenyataan bahwa kebanyakan orang menyukai kemudahan dengan “menerima jadi” fatwa-fatwa agama daripada coba menelaah sendiri kitab al-Qur’an yang telah diturunkan Allah untuk manusia. Ironisnya, para pemuka agama yang telah diberi kepercayaan ini pun tidak luput dari kemungkinan menjadi berhala yang akan menyesatkan manusia dengan cara mengeluarkan fatwa yang berlainan dari apa yang telah diturunkan oleh Allah. “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya kebanyakan pemuka agama dan rahib memakan harta manusia dengan cara palsu, dan menghalangi dari jalan Allah…” (Q.S. 9:34) Di Akhirat banyak manusia yang menyesal karena telah mentaati pemuka-pemuka mereka ketika di dunia. “Dan mereka berkata: `Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mentaati pemimpin-pemimpin kami dan pembesar-pembesar kami. Lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar)’.” (Q.S. 33:67) Karena itu, dukungan dari orang-orang yang terkemuka bukanlah jaminan kebenaran suatu pendapat atau keyakinan. Dalam kaitannya dengan kecenderungan manusia kepada materi, adapula orang yang ketika dihadapkan kepada suatu pilihan, ia meniliknya berdasarkan ukuran materi. Seakan-akan kebenaran itu pastilah berada di pihak yang dikaruniai keunggulan materi. Cara pandang yang dangkal ini juga telah terjadi sejak dahulu. Di dalam al-Qur’an dikisahkan bagaimana orang-orang yang tidak beriman bermaksud membandingkan tempat tinggal dan majelisnya dengan golongan mereka yang beriman. Allah ingatkan bahwa bahkan generasi terdahulu yang lebih mewah daripada mereka telah dmusnahkan oleh Allah karena keingkarannya. “Apabila ayat-ayat Kami dibacakan kepada mereka, bukti-bukti yang jelas, orang-orang yang tidak beriman berkata kepada orang-orang yang beriman, ‘Yang manakah antara dua golongan yang lebih baik tempatnya, dan lebih baik majelisnya?’ Dan berapa banyaknya generasi yang Kami telah musnahkan sebelum mereka yang lebih baik peralatan rumah dan penampakan luarnya!” (Q.S. 19:73-74) Allah menolak berbagai bentuk persangkaan yang dijadikan manusia sebagai tolok ukur kebenaran sebagaimana telah diuraikan di atas. Allah dengan lugas menetapkan bahwa suatu pendapat/keyakinan dikatakan benar adalah karena ia dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan Kitab Allah. “Alif Lam Mim Ra. Inilah ayat-ayat Kitab; dan apa yang diturunkan kepada kamu dari Rabb kamu adalah yang benar, tetapi kebanyakan manusia tidak beriman.” (Q.S. 13:1) Dan yang benar itu bisa jadi berbeda dengan apa yang sudah menjadi tradisi sejak dulu, dengan keyakinan banyak orang, ataupun dengan pendapat pemuka agama. *** http://allah-semata.com

Etika Berdo’a

Dalam berinteraksi dengan manusia, ada etika, sopan santun, dan adab. Menjaga pola interaksi dan komunikasi yang baik, akan menjamin hubungan yang baik dengan sesama. Begitupun sebaliknya. Tanpa etika, sopan santun dan adab, hubungan sesama manusia akan sulit menghasilkan sesuatu yang diharapkan. Ilustrasi ini, akan mengawali, bagaimana kita menjalin hubungan, komunikasi dan interaksi yang baik dengan Allah SWT melalui do’a. Tentu ada beberapa langkah yang diajarkan Allah, Rasulullah dan para salafushalih agar kita bisa berdo’a dengan baik. Pertama, pilihlah waktu-waktu yang tepat untuk berdo’a. Sebenarnya berdo’a itu tidak terikat dengan waktu, tetapi Islam memang mengajarkan ada waktu yang paling baik dan istimewa untuk berdo’a. Beberapa waktu istimewa untuk dikabulkannya do’a antara lain di malam qadar (sepuluh malam terakhir dalam bulan Ramadhan), di hari Arafah (9 Zulhijjah di kala jemaah haji wukuf di Arafah), di bulan Ramadhan, di hari Jum’at, di sepertiga malam yang terakhir (sesudah jam 2 malam), pada waktu sahur (sebelum fajar), sesudah berwudhu, usai azan sebelum iqamat, ketika sedang berpuasa, ketika dalam medan jihad, di setiap selesai shalat fardu, pada waktu sedang sujud (dalam sholat atau di luar sholat), ketika sedang musafir atau bepergian, dan sebagainya. Termasuk di sini, adalah tidak menyia-nyiakan untuk berdo’a di tempat-tempat yang istimewa, seperti di Masjidil Haram, misalnya. Kedua, gunakan keberadaan diri kita untuk meraih kesempatan berdo’a. Rasulullah menjelaskan, di antara do’a yang mustajab adalah do’a orang tua untuk anaknya, atau do’a anak yang berbakti dengan baik kepada orang tuanya, dan do’a seorang muslim untuk saudaranya yang muslim, tanpa diketahui oleh saudara yang dido’akan itu. Maka, bila kita menjadi orang tua, perbanyaklah do’a untuk anak-anak. Bila kita menjadi anak, berusahalah untuk berbakti kepada orang tua, agar do’a kita terkabulkan. Dan, jangan lupa seringlah berdo’a untuk saudara dengan diam-diam. Karena Allah berjanji akan memberi untuk kita, apa yang kita mintakan untuk saudara kita itu. Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang muslim mendo’akan saudaranya secara diam-diam, kecuali malaikat berkata, ‘dan untukmu seperti apa yang engkau mintakan untuknya.” (HR. Muslim). Ketiga, mulailah berdo’a dengan memperbanyak puji-pujian kepada Allah. Memulai dengan tahmid (pujian terhadap Allah) dan shalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Rasulullah bersabda, “Jika salah seorang di antara kamu berdo’a, hendaknya memulai dengan memuji dan menyanjung Rabbnya, dan bershalawat kepada Nabi, kemudian berdo’a apa yang dia kehendaki.” (HR.Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ahmad, dishahihkan oleh Al-Albani). Ibnu Mas’ud ra pernah berdo’a, ia memulai dengan tahmid, kemudian bershalawat, kemudian diteruskan dengan do’a untuk kebaikan dirinya. Maka Rasulullah yang ketika itu mendengarnya mengatakan, “Mintalah pasti kamu diberi, mintalah pasti kamu diberi.” (HR. At-Tirmidzi, ia berkata, hasan shahih, dan Abdul Qadir Al-Arnauth berkata, sanadnya hasan). Keempat, mengangkat kedua tangan. Ini adalah salah satu sikap yang menunjukkan kebutuhan seorang hamba dalam berdo’a. Perhatikanlah sabda Rasulullah yang berbunyi, “Sesungguhnya Rabbmu itu Maha Pemalu dan Maha Mulia, malu dari hamba-Nya jika ia mengangkat kedua tangannya (memohon) kepada-Nya kemudian menariknya kembali dalam keadaan hampa kedua tangannya.” (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi, dihasankan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dan Al-Albani). Kelima, jangan mengeraskan suara. Cukup berdo’a dengan suara samar. Menghinakan diri di hadapan-Nya dan menampakkan kebutuhan yang sangat. Cukup denqan kata-kata yang sederhana, jelas. Utamakan materi do’a yang berasal daripada Rasulullah SAW, sahabat atau salafushalih. Allah berfirman, “Berdo’alah kepada Tuhan kalian dengan merendahkan diri dan suara pelan. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS.Al-A’raf: 55). Keenam, sebelum berdo’a, ucapkan istighfar dan mohon ampun kepada Allah atas seluruh kesalahan dan dosa yang kita lakukan. Mintalah dengan penuh kesungguhan ampunan (maghfirah) Allah atas dosa-dosa yang telah dilakukan, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja, baik yang diketahui maupun yang tidak diketahuinya, baik yang diingat maupun yang terlupa. Sebab bagi Allah, tak ada sesuatu yang tersembunyi. Dia mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan apa yang ada diantara keduanya. Dia juga mengetahui apa yang kita rahasiakan dari urusan kita, dan apa yang kita nyatakan. Allah berfirman: “Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu.” (Qs. Al Baqarah: 284). “Dia mengetahui pandangan mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.” (QS. Al-Mukmin: 19). Memohon ampun disertai dengan taubat yang benar dan niat yang ikhlas demi Allah akan menyucikan jiwa dan membersihkannya dari dosa-dosa. Ketujuh, konsentrasi dan khusyu’. Pahami dan resapi benar-benar apa yang kita minta. Berdo’a tidaklah sekadar melafadzkan bait-bait yang dihafal tanpa mengerti maknanya, tetapi harus benar-benar memahami dan menginginkan dikabulkannya do’a itu. Rasulullah bersabda: “Mohonlah kepada Allah sementara kamu sangat yakin untuk dikabulkan, dan ketahuilah bahwasanya Allah tidak akan mengabulkan do’a dari hati yang lalai dan bermain-main.” (HR. At-Tirmidzi, di hasankan oleh Al-Mundziri dan Al-Albani). Ketidaksesuaian sikap sewaktu berdo’a turut mempengaruhi kesempurnaan berdo’a. Jangan sampai kita berdo’a, sementara hati kita ngelayap entah ke mana. Ingat, perbuatan manusia hanya bermakna jika disertai kesadaran hati, oleh karena itu Allah hanya menilai perbuatan manusia yang berpijak pada kesadaran hati. Demikian juga do’a kepada Allah, yang didengar bukan bunyi kata-kata, tetapi kesadaran hati orang yang berdo’a. Menurut Hadist Riwayat Tirmizi, Allah tidak mendengarkan dan tidak mengabulkan do’a dari orang yang hatinya lalai (min qalbi ghafilin lahin). Kedelapan, hindari berdo’a untuk keburukan. Seorang muslim dilarang keras mendo’akan kemusnahan dan kehancuran sesama muslim, karena Rasulullah SAW bersabda, “Tidak sempurna iman seseorang sehingga ia mencintai saudaranya (seagama) sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” Rasulullah tidak pernah mengajukan permohonan yang buruk untuk siapa pun. Bahkan pernah, ketika malaikat gunung menawarkannya untuk membalas perilaku keji penduduk Thaif, Rasul tetap menolak dan berharap agar keturunan mereka yang beriman. Rasulullah ketika itu malah berdo’a, “Ya Allah, berilah hidayah dan petunjuk-Mu kepada kaumku, karena mereka tidak mengetahui.” Kesembilan, tidak tergesa-gesa agar do’a itu dikabulkan. Rasulullah bersabda: “Akan dikabulkan bagi seseorang di antara kamu selagi tidak tergesa-gesa, yaitu dengan berkata, ‘Saya telah berdo’a tetapi tidak dikabulkan’.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Ibnul Qayyim berkata, “Termasuk penyakit yang menghalangi terkabulnya do’a adalah tergesa-gesa, menganggap lambat pengabulan do’anya sehingga ia malas untuk berdo’a lagi.” Padahal bisa jadi antara do’a dan jawabannya memerlukan waktu 40 tahun, seperti yang dikatakan oleh Ibnu Abbas. (Abu Lairs As-Samarqandi dalam Tanbihul Ghafilin). Ibnul Jauzi berkata: “Ketahuilah bahwa do’a orang mukmin itu tidak akan ditolak, hanya saja terkadang yang lebih utama baginya itu diundur jawabannya atau diganti dengan yang lebih baik dari permintaannya, cepat atau lambat.” (Fathul Bari, 11/141). Kesepuluh, berdo’alah kepada Allah di segala kondisi dan keadaan. Jangan hanya berdo’a di saat-saat sempit dan membutuhkan pertolongan. Dalam Al Qur’an, Allah SWT banyak menyinggung sikap orang-orang yang hanya berdo’a dalam situasi kepepet. “Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdo’a kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri. Tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdo’a kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan.” (Qs. Yunus: 12). Selain hal-hal di atas, tentu, soal terpenting lainnya adalah ikhlas dan hati yang bersih. Murnikan harapan dan keinginan dalam do’a untuk kebaikan mencapai ridha Allah. Ingat, kehadiran kita di muka bumi ini membawa misi ibadah dan untuk tunduk kepada Allah saja. Itulah tujuan akhir hidup seseorang yang sebenarnya. Maka, permohonan apa pun yang kita sampaikan, harus selalu dikaitkan dengan keridhaan Allah SWT. Wallahu’alam. *** Dari Sahabat beranda.blogsome.com

Fadha’il Al-Quran

Fadha’il artinya kelebihan atau keutamaan. Ketertarikan kita terhadap sesuatu (atau tidak) bergantung pada ilmu kita tentang kelebihan atau kegunaan sesuatu itu. Agar manusia tertarik kepada Alquran, Rasulullah Saw pun memberi banyak fadha’il al Qur’an. Meski demikian, ketertarikan manusia kepada Alquran pun sangat bergantung pada iman dan keyakinannya kepada janji Allah Swt dan Rasul-Nya. Misalnya, Umar bin Khatthab Ra sangat tertarik kepada Alquran setelah membaca firman Allah Swt Artinya : “Thaha, Tidaklah Kami turunkan Alquran ini agar kamu sengsara.” (QS Thaha: 1-2) Sebaliknya, Walid bin Mughirah – walaupun sangat tertarik kepada Alquran dengan memuji setinggi-tingginya pada akhirnya ia tidak beriman kepada Alquran dan berusaha mencari alasan untuk menjauhkan diri dengan mengatakan “Itu adalah sihir yang diajarkan kepada Muhammad “. Oleh karena itu, keimanan yang telah Allah Swt karuniakan kepada kita hendaknya kita tingkatkan sehingga menumbuhkan ketertarikannya kepada Alquran melalui penjelasan Rasul-Nya. Fadha’il al-Qur’an yang diberikan kepada manusia dibagi menjadi dua, fadha’il di dunia dan fadha’il di akhirat. Fadha’il Al Qur’an di Dunia 1. Allah Swt mengangkat derajat Ahl al Qur’an (manusia yang senantiasa berinteraksi dengan Alquran) menjadi keluarga Allah Swt. Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya di antara manusia terdapat keluarga Allah Swt.” Ditanyakan, ” Siapakah mereka, ya Rasulullah ? ” Rasul Saw menjawab, ” Mereka adalah ahl al-Qur’an. Mereka keluarga Allah dan orang-orang pilihan-Nya.” (HR Imam Ahmad) Kata ahlu (keluarga) menunjukkan hubungan yang dekat antara Allah Swt dan hamba-Nya. Kedekatan itu melambangkan kecintaan dan cinta akan dapat meringankan manusia dalam melaksanakan seluruh perintah Allah Swt. Sekalipun berat, perintah yang susah pun akan menjadi mudah. 2. Alquran adalah kenikmatan yang harus didamba-dambakan. ” Tidak boleh iri kecuali dalam dua kenikmatan : Seseorang yang diberi Allah Alquran, lalu ia membacanya sepanjang malam dan siang. Seseorang yang diberi Allah harta, lalu ia belanjakan di jalan Allah sepanjang malam dan siang.” Penetapan Alquran sebagai nikmat yang harus didamba-dambakan adalah suatu isyarat agar orang beriman dapat membedakan nikmat yang hakiki dan semu. Kemampuan merasakan Alquran sebagai nikmat yang hakiki merupakan indikasi iman yang sehat dan keyakinan terhadap hari akhirat serta janji Allah Swt yang ada di dalamnya. Sebaliknya, ketidakmampuan manusia merasakan nikmat Alquran merupakan indikasi penyakit hubbud dun-ya (cinta dunia yang berlebihan), lemahnya iman kepada hari akhir, dan tidak yakin terhadap janji Allah Swt yang ada di dalamnya. 3. Allah Swt menyandingkan derajat Ahlul Qur’an dengan para malaikat atau nabi yang telah diberi wahyu. Adapun yang kemampuan membaca Al-qurannya masih terbata-bata, Allah Swt memberinya dua pahala. Rasulullah Saw bersabda, ” Orang yang mahir berinteraksi dengan Alquran akan bersama para malaikat yang mulia dan taat, sedangkan yang membaca Alquran dengan terbata-bata dan ia merasa sulit, ia mendapatkan dua pahala.” (HR Imam Muslim) Imam Nawawi dalam kitab Syarh Muslim menjelaskan bahwa kata mahir berarti mampu membaca, menghafal, memahami, tadabbur, dan mengamalkan Alquran. Pribadi yang seperti itu sangat diperlukan masyarakat karena akan berfungsi sebagai cahaya pencerah hidup Islami di tengah masyarakatnya. Adapun dua pahala bagi muslim yang bacaannya terbata-bata merupakan himbauan agar ia terus rajin membaca walaupun masih terbata-bata karena Allah Swt tidak akan menyia-nyiakan kesulitan upayanya dalam membaca. Dua pahala baginya bukan berarti legitimasi bagi yang tidak mampu membaca Alquran untuk tidak mengembangkan kemampuannya. Janji itu harus menjadi motivasi yang kuat untuk terus berinteraksi dengan Alquran. Interaksi yang teratur menjamin bacaan seorang muslim yang terbata-bata menjadi lancar. Ingat ungkapan, “alah bisa oleh biasa.” Adapun yang sudah mahir, ia harus berusaha istiqamah bersama Alquran. 4. Ahl al Qur’an adalah orang yang paling berhak menjadi imam dalam solat. Rasulullah Saw bersabda, ” Orang yang berhak menjadi imam adalah orang yang paling banyak interaksinya dengan Alquran. “ Rekomendasi Rasulullah Saw itu bukan semata-mata penghargaan terhadap Ahlul Qur’an, melainkan menunjukkan peran yang harus diutamakan di tengah masyarakat, yaitu peran tarbiyah (pembinaan keimanan) dalam kehidupan masyarakat. Pelaksanaan solat setiap hari di masjid sesungguhnya merupakan kegiatan tarbiyah yang sangat efektif bagi setiap mukmin jika didukung, misalnya, dengan imam yang berkualitas sesuai rekomendasi Rasulullah Saw. Namun, kondisi masyarakat kita saat ini masih jauh dari interaksi Alquran yang tinggi sehingga pelaksanaan solat berjamaah di masjid kehilangan ruh dan atsarnya (dampak). Dengan kondisi seperti itu, ada beberapa kerugian yang dialami umat Islam. Pertama, umat menjadi tidak terbiasa dengan ayat-ayat Alquran karena selama bertahun-tahun mereka hanya mendengar ayat atau surat yang sama. Hal itu berdampak pada kesulitan mereka membaca atau menghafal Alquran karena jarangnya mereka mendengar ayat-ayat Allah Swt di sekitar mereka. Kedua, umat kurang merasakan ruh ayat – ayat Alquran sehingga kandungan Alquran tidak sampai dengan baik. Kandungan itu berupa ancaman, himbauan, perintah, atau larangan. Terakhir, peran Alquran sebagai pedoman hidup kurang tersosialisasi secara intensif. Hal itu berdampak pada banyaknya mutiara Alquran (seperti ayat-ayat tentang mengatur rumah tangga, ekonomi, dan bernegara) yang tidak tersampaikan secara rutin. 5. Ahl alQur’an adalah orang yang selalu mendapat ketenangan, rahmat, naungan malaikat, dan namanya disebut-sebut Allah Swt, ” Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah lalu di antara mereka membaca kitab Allah dan mempelajarinya kecuali turun kepada mereka ketenangan yang diliputi rahmat, dikelilingi malaikat, dan Allah Swt menyebut nama-nama mereka di sisi makhluk yang ada di dekat-Nya,” (HR Imam Muslim) Mungkin kita bertanya, mengapa sedemikian tinggi penghargaan Allah Swt kepada orang-orang yang mempelajari Alquran, apalagi kepada orang yang mengamalkannya ? Sesungguhnya penghargaan Allah Swt itu merupakan rangsangan Rabbani agar manusia mau mengamalkan Alquran tanpa merasa berat, Ketika manusia mau mempelajari wahyu-Nya, itu merupakan indikasi keimanannya kepada kebenaran Allah Swt yang mutlak melalui firman-Nya. Sebaliknya, jika keimanannya kepada Allah Swt tipis dan lemah, manusia tidak akan siap melakukan amal apapun yang terkait dengan Alquran. Jangankan disuruh mengamalkan Alquran, sekadar membuka mushaf pun ia enggan melakukannya! Oleh karena itu, pantaslah jika penghargaan tadi diberikan Allah Swt hanya kepada Ahl al-Qur’an. Selanjutnya, kegiatan membaca dan mempelajari Alquran akan menguatkan keimanan sehingga Allah Swt menjadi Zat yang paling dicintai dalam hidupnya. Alquran pun akan menyirami hatinya yang gersang dan menjadikan hati itu lembut serta peka terhadap teguran Allah Swt. Keadaan itulah yang akan mengantarkan manusia kepada kesiapan mengamalkan Alquran di dalam hidupnya. 6. Ahl alQur’an adalah orang yang mendapatkan kebaikan dari Allah Swt ” Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Alquran dan mengajarkan.” (HR Imam Bukhari) Kebaikan berarti keberkahan. Dan hidup yang penuh berkah menurut hadis tadi berarti hidup yang aktif bersama Alquran, bahkan dituntut untuk aktif belajar dan mengajarkannya karena diungkapkan dengan huruf waw dan bukan dengan fa’ atau tsumma yang artinya kemudian. ( Menunjukkan belajar dan mengajarkan Alquran sekaligus, bukan belajar dulu hingga menguasai baru mengajarkannya, peny.) Bagaimana jika kemampuan kita masih terbatas? Ada dua hal yang harus kita perhatikan tentang mengajarkan Alquran. Pertama, mengajar berarti menyampaikan sehingga secara teknis tidak harus dalam bentuk formal dengan jumlah murid yang banyak. Kepada satu orang saja-anak atau istri-sudah dianggap mengajar Alquran. Untuk itu, jangan pernah berpikir bahwa mengajar berarti harus formal dengan jumlah murid yang banyak sehingga hal itu akan menghambat percepatan pengajaran Alquran di tubuh umat ini. Semangat mengajar seperti itulah yang dapat mengem ban misi dakwah ke dalam masyarakat. Ingat, sasaran pertama dakwah adalah dimulai dari satu orang. Sabda Rasulullah Saw, ” Sesungguhnya,hidayah Allah yang berikan kepa- da seseorang karena usahamu adalah lebih baik bagimu daripada onta merah (**) “ ** Unta merah di zaman Rasulullah Saw adalah kendaraan termahal yang harganya ratusan dinar (mata uang dari emas) dan jauh lebih mahal dibandingkan mobil mewah yang ada di masa sekarang. Kedua, mengajar Alquran memang harus dengan kemampuan yang optimal. Namun, bagaimana jika di lingkungan kita tidak ada orang yang siap mengajarkan Alquran kecuali kita? Dalam hal itu, kita wajib segera menghapus buta huruf Alquran di lingkungan kita. Ibaratnya, jika tetangga kita kelaparan dan kita tidak memiliki apa-apa kecuali nasi, kita pasti akan memberikan nasi itu dan tidak akan menunggu sampai kita memiliki nasi dengan lauk empat sehat lima sempurna. Begitulah ketentuan bagi orang yang terbatas kemampuannya dalam mengajarkan Alquran kepada umat yang sedang lapar akan hidayah Allah Swt. jadi, kita harus segera turun tangan mengajarkan Alquran. Insya Allah, selama proses belajar dan mengajar itu, setiap kekurangan akan tertutupi dengan sendirinya. Kemampuan tidak akan berhenti, bahkan akan terus meningkat. Fadha’il Al Qur’an di Akhirat Berikut ini beberapa fadha’il alQur’an di akhirat bagi manusia : 1. Alquran Menjadi Syafaat bagi Manusia yang menjadi Sahabatnya ” Bacalah Alquran karena sesungguhnya ia akan tatang pada Hari Kiamat sebagai syafaat bagi orang-orang yang menjadi sahabatnya (Alquran).” (HR Imam Bukhari) Membaca merupakan langkah pertama membangun persahabatan kita dengan Alquran. Membaca Alquran membangun cinta kalamullah dan kecintaan itu akan memotivasi kita untuk lebih memahami, merenungi, mengamalkan, dan memperjuangkan Alquran sehingga wahyu Allah Swt menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari diri kita. Saya-penulis-yakin kondisi persahabatan seperti itulah yang dimaksudkan nasehat Rasulullah Saw itu. Terbukti kondisi seperti itu yang dicontohkan Rasulullah Saw, para sahabat, dan semua salafush shalih. Untuk itu, janganlah meremehkan satu langkah awal dalam berinteraksi dengan Alquran seperti halnya tidak boleh kita merasa puas hanya dengan satu interaksi, misalnya hanya tertarik membaca Alquran tanpa tergugah untuk lebih menyelaminya. Hadis itu pun mengingatkan kita tentang manfaat Alquran yang tidak hanya di dunia, tetapi di akhirat juga karena Rasulullah Saw mengangkat isu tentang pentingnya pertolongan pada hari kiamat. Alquran sendiri dengan luas menjelaskan suasana kehidupan akhirat mulai dari Hari Kiamat, kebangkitan, sampai ganjaran di surga dan neraka. Hadis tadi pun memiliki korelasi yang kuat dengan ayat-ayat Alquran dengan menjanjikan pertolongan melalui syafaat Alquran bagi siapa saja yang bersahabat dengannya. 2. Alquran Menjadi Pembela bagi Manusia saat Menghadapi Pengadilan Allah Swt Dari Nazvwas bin Sam’ an Ra, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda, ‘ Pada hari Qiamat, didatangkan Alquran dan ahlinya, yaitu orang-orang yang dulu mengamalkannya di dunia. Sural al Baqarah dan Ali Imron pun maju mendampingi dan membelanya.” (HR Imam Muslim) Hadits ini sangat banyak memuat pesan-pesan keimanan terhadap hari akhirat. Bagi seorang muslim, tidak ada pilihan lain kecuali yakin sepenuhnya terhadap penjelasan Rasulullah Saw bahwa Alquran akan menjadi makhluk yang berperan seperti manusia ia dan dapat diperintahkan untuk datang, maju ke depan, bahkan membela manusia dengan gigih bagaikan seorang pengacara profesional. Itu langkah awal yang harus ada dalam diri kita ketika membaca hadits Rasulullah Saw itu. Tanpa sikap itu, iman kita menjadi batal karena berarti menolak kerasulan Muhammad Saw yang pasti benar dalam ucapannya. Tanpa sikap itu pula, kita tidak akan termotivasi untuk berinteraksi dengan Alquran seperti kandungan hadis itu. Hadis itu secara tidak langsung memberitahu juga bahwa tidak semua manusia mendapat pembelaan dari Alquran. Hadits Rasulullah Saw itu hanya meliputi manusla yang di dunianya betul-betul mengamalkan Alquran. Itu berarti komitmen terhadap Alquran tidak cukup hanya dengan komitmen lisan seperti tilawah, menghafal, dan mengkajinya, tetapi butuh pula komitmen badan dan hati yang harus bergerak sesuai dengan tuntutan Alquran. Misalnya, berinfak jika Alquran menyuruhnya berinfak, berjihad jika Alquran menyuruhnya berjihad, dan melakukan perintah lainnya. Dua komitmen itulah yang akan menjadikan manusia dibela Alquran di pengadilan Allah Swt yang saat itu tidak ada pengacara, ternan dekat, atau siapa pun yang dapat membela manusia. 3. Alquran Mengangkat Kedudukan Manusia di Surga Dari Abdullah bin’ Amr bin’ Ash Ra, dari Nabi Saw bahwa beliau bersabda, ” Dikatakan kepada Shahib Alquran, ‘ Bacalah dan naiklah dan nikmatilah seperti halnya kamu menikmati bacaan Alquranmu di dunia ! Sesungguhnya, kedudukanmu ada di akhir ayat yang kamu baca.” (HR Imam Abu Dawud dan Imam Turmudzi) Sekali lagi Rasulullah Saw mengingatkan kita bahwa keutamaan Alquran di akhirat ada di balik persahabatan manusia dengannya sehingga mereka yang mendapatkan kemuliaan dari Alquran disebut dengan Shahib. Di hadis itu, Shahib Alquran akan tetap menikmati kembali lantunan ayat-ayat Alquran di saat tidak ada lagi mush-haf untuk membaca Alquran. Hal ini mengingatkan kita pada kisah-kisah orang-orang beriman saat sakaratu/ maut. Pada umumnya, orang-orang yang sangat dekat dengan Alquran pada saat-saat itu selalu melantunkan ayat-ayat Alquran dengan fashih dan indah seakan mereka masih sehat dan jauh dari kematian. Begitulah mukjizat Alquran yang selalu ingin bersama sahabatnya di saat yang pada umumnya manusia tidak mungkin lagi mengingat Alquran. jadi, hadis itu sangat logis jika terjadi pada manusia. Bahkan kejadian itu akan mengantarkan manusia pada tingkatan surga yang sesuai dengan banyaknya ayat Alquran yang ia hafal. 4. Alquran Sumber Pahala bagi Orang yang Beriman Rasulullah Saw bersabda, ” Siapa saja yang membaca satu huruf.Alquran, baginya satu kebaikan. Satu kebaikan akan menjadi sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan bahwa alif-lam-mim itu satu huuf, melainkan alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf ” (HR Imam Turmudzi deiigan sanad hadis hasan sahih) Keimanan kita kepada akhirat mengharuskan kita meyakini janji pahala dan hukuman Allah Swt. jadi siapa pun yang yakin dengan hadis itu akan memiliki motivasi yang tinggi dalam hidup bersama Alquran dengan memperbanyak tilawah bahkan menghafalnya agar terjadi pengulangan tilawah yang sangat besar. Tanpa keyakinan itu manusia pun tidak akan kuat menyibukkan dirinya dengan Alquran, apalagi jika terus berlangsung sampai akhir hayatnya. Sungguh rugi orang yang hidupnya jauh dari Alquran karena tertutup baginya kesempatan mendapatkan limpahan pahala yang sangat besar dari Allah Swt melalui Alquran. Dari hadis itu pula kita dapat merasakan luasnya rahmat.Allah Swt kepada orarg mukmin. Bayangkan jika Allah tidak menurunkan Alquran atau mencabutnya seperti ancaman-Nya. (QS al-lsra’; 86-87) 5. Alquran Mengangkat Derajat Orangtua di Akhirat bagi Orangtua yang Berhasil Mendidik Anaknya dengan Alquran. “Siapa saja yang belajar Alquran dan mengamalkannya, pada hari kiamat (Allah Swt) akan memberikan kepada kedua orangtuanya mahkota yang cahayanya lebih indah dari cahaya matahari. Kedua orangtua itu akan berkata, “Mengapa kami diberi (mahkota) ini ?” Dijawablah, ‘ Itu karena anakmu telah mempelajari Alquran. “(HR Imam Abu Dazuud, Imam Ahmad, dan Imam Ibnu Hakim) Hadits itu menunjukkan bahwa Alquran adalah sumber kemuliaan. Siapa saja yang berinteraksi dengannya akan dimuliakan Allah Swt. Bahkan orangtua yang mengajarkan Alquran kepada anaknya pun dimuliakan Allah Swt. Sebaliknya, siapa saja yang menjauhkan dirinya dari Alquran akan direndahkan Allah Swt secara pribadi maupun secara jama’i. Dalam kenyataan sejarahnya, umat Islam adalah Umat yang paling mulia di muka Bumi ini bersama Al-Quran. Sebaliknya, umat Islampun adalah umat yang sangat terhina karena meninggalkan Al-qur’an. Silahkan Download sinopsis buku Tarbiyah Syakhsiyah Qur’aniyah di http://www.pks-kab-bekasi.org Sumber : Tarbiyah Syakhsiyah Qur’aniyah – Abdul Aziz Abdur Rouf, Lc

Do’a Sehari-Hari

Berikut do’a sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad SAW dengan sumber yang jelas. Wassalam Do’a Sehari-Hari 1. Do’a Sebelum Makan Allahumma baarik lanaa fiimaa razaqtana wa qinaa ‘adzaa-bannaari Bismillahirrahmaaniraahiimi. Artinya : Ya Allah berkahilah kami dalam rezki yang telah Engkau limpahkan kepada kami, dan peliharalah kami dari siksa neraka. Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (HR. Ibnu as-Sani) 2. Do’a Sesudah Makan Alhamdulillahilladzii ath’amanaa wa saqaanaa wa ja’alanaa muslimiina Artinya : Segala puji bagi Allah Yang telah memberi kami makan dan minum, serta menjadikan kami muslim. (HR. Abu Daud) Alhamdulilaahilladzi ath’amanii hadzaa wa razaqaniihi min ghayri hawlin minnii wa laa quwwatin. Artinya : Segala puji bagi Allah yang telah memberiku makanan ini dan melipahkannya kepadaku tanpa daya dan kekuatanku. (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah) 3. Do’a Sebelum Tidur Bismikallahhumma ahyaa wa bismika amuutu. Artinya : Dengan nama-Mu ya Allah aku hidup dan dengan nama-Mu aku mati. (HR. Bukhari dan Muslim) 4. Do’a Sesudah Bangun Tidur Alhamdulillaahil ladzii ahyaanaa ba’da maa amaatanaa wa ilayhin nusyuuru Artinya : Segala puji bagi Allah yang menghidupkan kami setelah mematikan kami. Kepada-Nya-lah kami akan kembali (HR. Bukhari) 5.Do’a Terkejut Bangun Dari Tidur A’uudzu bikalimaatillahit tammaati min ghadhabihi wa min syarri ‘ibaadihi wa min hamazaatisy syayaathiini wa an yahdhuruuni Artinya : Aku berlindung dengan kalimah Allah yang sempurna dari kemarahan Allah dari kejahatan hamba-hamba-Nya dan dari gangguan setan dan dari kehadiran mereka (HR. Abu Daud dan Tir-middzi) 6.Do’a Mimpi Baik Alhamudlillaahirrabbil ‘alamiina Artinya : Segala puji bagi Allah Tuhan sekalian alam (HR. Bukhari) 7.Do’a Mimpi Tidak Baik Allaahumma innii a;uudzu bika min ‘amalisy syaythaani, wa sayyi’aatil ahlaami Artinya : Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan setan dan dari mimpi-mimpi yang buruk (HR. Ibn as-Sani) 8.Do’a Sesudah Duduk Bangun Tidur Laa ilaaha illaa anta subhaanaka allahuma zidnii ‘ilman wa laa tuzigh qalbii ba’da idz hadaitanii wa hablii min ladunka rahmatan innaka antal wahhaabu. Artinya : Tidak ada Tuhan melainkan Engkau, maha suci Engkau ya Allah, aku minta ampun kepada-Mu tentang dosa-dosaku, dan aku mohon rahmat-Mu tentang dosa-dosaku, dan aku mohon rahmat-Mu. Ya Allah, tambahlah ilmuku dan janganlah Engkau gelincirkan hatiku setelah Engkau memberi petunjuk kepadaku, dan karuniakanlah rahmat untuk-ku daripada-Mu, sesungguhnya Engkaulah yang maha Memberi. (HR. Abu Daud) 9.Do’a Menjelang Shubuh Allaahumma innii a’uuzdu bika min dhiiqid dun-yaa wa dhiiqi yaumil qiyaamati. Artinya : Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kesempitan dunia dan kesempitan hari kiamat. (HR. Abu Daud) 10. Do’a Menyambut Datangnya Pagi Ashbagnaa wa ashbahal mulku lillaahi ‘Azza wa jalla, wal hamdu lillaahi, wal kibriyaa’u wal ‘azhamatu lillaahi, wal khalqu wal amru wallailu wannahaaru wa maa sakana fiihimaa lillaahi Ta’aalaa. Allahummaj’al awwala haadzan nahaari shalaahan wa ausathahu najaahan, wa aakhirahu falaahan, yaa arhamar raahimiina. Artinya : Kami telah mendapatkan Shubuh dan jadilah segala kekuasaan kepunyaan Allah, demikian juga kebesaran dan keagungan, penciptaan makhluk, segala urusan, malam dan siang dan segala yang terjadi pada keduanya, semuanya kepunyaan Allah Ta’ala. Ya Allah, jadikanlah permulaan hari ini suatu kebaikan dan pertengahannya suatu kemenangan dan penghabisannya suatu kejayaan, wahai Tuhan yang paling Penyayang dari segala penyayang. Allahumma innii as’aluka ‘ilman naafi’an wa rizqan thayyiban wa ‘amalan mutaqabbalan Artinya : Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepada-Mu ilmu yang berguna, rezki yang baik dan amal yang baik Diterima. (h.r. Ibnu Majah) 11. Do’a Menyambut Petang Hari Amsainaa wa amsal mulku lillaahi walhamdulillahi, laa ilaaha illallahu wahdahu laa syariika lahu. Allahumma innii as’aluka min khairi haadzihil lailati wa khhaiiri maa fiihaa, wa a’uudzu bika min syarrihaa wa syarrimaa fiihaa. Allaahumma innii a’udzuu bika minal kasali walharami wa suu’il kibari wa fitnatid dun-yaa wa ‘adzaabil qabri. Artinya : Kami telah mendapatkan petang, dan jadilah kekuasaan dan segala puji kepunyaan Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya. Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepada-Mu kebaikan malam ini dan kebaikan yang terdapat padanya dan aku berlindung dengan-Mu dari kejahatannya dan kejahatan yang terdapat padanya. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari malas, tua bangka, dan dari keburukan lanjut umur dan gangguan dunia dan azab kubur. (HR. Muslim) Allaahumma anta rabbii, laa ilaaha illaa anta, ‘alaika tawakakaltu wa anta rabbul ‘arsyil ‘azhiimi, maa syaa’allahu kaana, wa maa lam yasya’ lam yakun. Laa haula wa laa quwwata illaa billahil ‘alliyyil ‘azhiimi. A’lamu annallaaha ‘alaa kuli syai’in qadiirun, wa annallahu qad ahaatha bukillin syai’in ‘ilman. Allahumma innii a’uudzu bika min syarri nafsii, wa min syarri kuli daabbatin anta aakhidzun bi naashiyatihaa. Inaa rabbii’alaa shiraathin mustaqiimin. Artinya : Ya allah, Engkaulah Tuhanku, tidak ada Tuhan yang lain kecuali Engkau, kepada-Mu aku bertawakkal, dan engkau adalah penguasa ‘Arasy Yang Maha Agung, apa yang dekehendaki Allah pasti terjadi, dan apa yang tidak dikehendaki-Nya, tidak akan terjadi, tidak ada daya dan uapaya melainkan dengan Allah yang Maha Tinggi dan Maha Besar. Aku mengetahui bahwa Allah Maha Berkuasa atas segala sesuatu, dan bahwa pengetahuan Allah meliputi segala sesuatu. Ya Allah, aku berlindung dengan-Mu dari kejahatan dariku, dan kejahatan setiap binatang yang melata yang Engkau dapat bertindak terhadapnya, sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus. 12. Do’a Masuk Rumah Assalaamu ‘alaynaa wa ‘ alaa ‘ibaadillahish shaalihiina. Allaahumma innii as-aluka khayral mawliji wa khayral makhraji. Bismillahi walajnaa wa bismillaahi kharahnaa wa ‘alallahi tawakkalnaa, alhamdulilaahil ladzii awaanii. Artinya : Semoga Allah mencurahkan keselamatan atas kami dan atas hamba-hamba-Nya yang shalih. Ya Allah, bahwasanya aku memohon pada-Mu kebaikan tempat masuk dan tempat keluarku. Dengan menyebut nama-Mu aku masuk, dan dengan mneyebut nama Allah aku keluar. Dan kepada Allah Tuhan kami, kami berserah diri. Segala puji bagi Allah yang telah melindungi kami. (HR. Abu Daud) 13. Do’a Keluar Rumah Bismilaahi tawakkaltu ‘alallahi wa laa hawla wa laa quwwata illaa billaahi. Artinya : Dengan menyebut nama Allah, aku menyerahkan diriku pada Allah dan tidak ada daya dan kekuatan selain dengan Allah saja. (HR. Abu Daud dan Tirmidzi) 14. Do’a Menuju Masjid Allaahummaj’al fii qalbii nuuran wa fii lisaanii nuuran waj’al fii sam’ii nuuran waj’al fii basharii nuuran waj’al min khalfii wa min amaamii nuuran waj’al min fawqii nuuran wa min tahtii nuuran. Allahumma a’thinii nuuran. Artinya : Ya Allah, jadikanlah dalam qalbuku nur, dalam lisanku nur, jadikanlah dalam pendengaranku nur dan dalam penglihatanku nur. Jadikanlah dari belakang-ku nur dan dari depanku nur. Jadikanlah dari atasku nur dan dari bawahku nur. Ya Allah, berilah aku nur tersebut. (HR.Muslim) 15. Do’a Masuk Masjid A’uudzu billahil ‘aliyyil ‘azhiimi. Wa biwajhihil kariimi, wa bisulthaanihil qadiimi minasy syaythaanir rajiimi alhamdu lillahi rabbil ‘aalamiina. Allaahumma shalli wa sallim ‘alaa muhammadin wa ‘alaa aali muhammadin. Allaahumaghfirlii dzunuubii waftah lii abwaaba rahmatika. Artinya : Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Besar. Dan demi wajah-Nya Yang Maha Mulia dan dengan kekuasaan-Nya Yang tak berpermulaan (berlindung aku) dari kejahatan syaitan yang terkutuk. Segala puji kepunyaan Allah Tuhan semesta alam. Ya Allah, sanjung dan selamatkanlah Nabi Muhammad saw. Dan keluarganya. Ya Allah, ampunilah segala dosaku dan bukakanlah bagiku segala pintu rahmat-Mu. (h.r. Abu Daud) Allaahummaftah lii abwaaba rahmatika. Artinya : Ya Allah, bukakanlah bagiku pintu-pintu rahmat-Mu. (h.r. Muslim) 16. Do’a Keluar Masjid Allaahumma innii as’aluka min fadhlika Artinya : Ya Allah, aku memohon kepada-Mu karunia-Mu. (HR. Muslim, Abu Daud, an-Nasa’I dan Ibnu Majah) 17. Do’a Masuk WC Allaahumma innii a’uudzubika minal khubutsi wal khabaa’itsi. Artinya : Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari syaitan besar laki-laki dan betina. (HR. Bukhari dan Muslim) 18. Do’a Keluar WC Ghufraanaka. Alhamdulillaahil ladzii adzhaba ‘annjil adzaa wa’aafaanii. Artinya : Ku memohon ampunan-Mu. Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan penyakitku dan telah menyembuhkan/menyelamatkanku. (HR. Abu Daud) 19. Sewaktu Bepergian Allahumma bika asra’iinu wa ‘alayka atawakkalu. Allaahumma dzallil lii shu’uubata amrii wa sahhil ‘alayya masyaqqata safarii warzuqnii minal khayri aktsara mim maa athlubu washrif ‘ annii kulla syarrin. Rabbisyarahlii shadrii wa yassirlii amrii. Allaahumma innii astahfizhuka wa astawdi’uka nafsii wa diinii wa ahlii wa aqaaribii wa kulla maa an’amta ‘alayya wa ‘alayhim bihi min aakhiratin wa dun-yaa, fahfazhnaa ajma’iina min kulli suu’in yaa kariimu, da’waahum fiihaasubhaanakallahumma wa tahiyyatuhum fitha salaamun, wa aakhiru da’waahum ‘anil hamdu lilaahi rabbil ‘ aalamiiina, wa shallallahu ‘alaa sayyidinaa muhammadin wa’alaa aalihii wa shahbihii wa sallama. Artinya : Ya Allah, aku memohon pertolongann-Mu dan kepada-Mu aku menyerahkan diri. Ya Allah, mudahkanlah kesulitan urusanku dan gampangkanlah kesukaran perjalananku, berilah padaku rezeki yang baik dan lebih banyak dari apa yang kuminta. Hindarkanlah dariku segala keburukan. Ya Tuhanku, lapangkanlah dadaku dan mudahkanlah segala urusanku. Ya Allah, kumohon pemeliharaan-Mu dan kutitipkan diriku kepada-Mu, agamaku, keluargaku, kerabatku dan semua yang Engkau ni’matkan padaku dan kepada mereka, semenjak dari akhirat dan dunia. Peliharalah kami semua dari keburukan, Ya Allah Yang Maha Mulia. Do’a mereka (dalam surga) ialah : “Subhaanakallahumma” (artinya : Maha Suci Engkau ya Allah). Ucapan sanjungan mereka di dalamnya ialah : “Salaam” (artinya : keselamatan). Dan akhir do’a mereka padanya ialah ” “Alhamdulillahi rabbil aalamiin”, (artinya : Segala puji bagi Allah Tuhan seantero alam). Dan semoga Allah menyanjung dan memberi keselamatan kepada Nabi Muhammad saw. Dan kepada keluarganya dan kepada sahabatnya, semoga Allah memberinya keselamatan. (Disebutkan oleh an-Nawawi) 20. Do’a Tiba di Tujuan Alhamdulillaahil ladzi sallamanii wal ladzii aawaanii wal ladzii jama’asy syamla bii. Artinya : Segala puji bagi Allah, yang telah menyelamatkan aku dan yang telah melindungiku dan yang mengumpulkanku dengan keluargaku. 21. Do’a Ketika Bercermin Alhamdulillaahil ladzii sawwaa khalqii fa’addalahu wa karrama shuurata wajhii fahassanahaa waja’alanii minal muslimiina. Artinya : Segala puji bagi Allah yang menyempurnakan kejadianku dan memperindah dan memuliakan rupaku lalu, membaguskannya dan menjadikan aku orang Islam. (HR. Ibnu as-Sani) Allaahumma kamaa hassanta khalqii fahassin khuluqii Artinya : Ya Allah, sebagaimana Engkau telah memperindah kejadianku, maka perindah pulalah akhlakku. (HR. Ahmad) 22. Do’a Ketika Hendak Berpakaian Biismilaahirrahmaanirrahiimi. Allaahumma innii as-aluka min khayrihi wa khayri maa huwa lahu wa a’uudzubika min syarrihi wa khayri maa huwa lahu. Artinya : Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang. Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dari kebaikan pakaian ini dan dari kebaikan sesuatu yang ada di pakaian ini. Dan aku berlindung pada-Mu dari kejahatan pakaian ini dan kejahatan sesuatu yang ada di pakaian ini. Alhamdulillahilladzii kasaanii hadzaa wa razaqaniihi min ghayri hawlin minnii wa laa quwatin. Artinya : Segala puji bagi Allah yang telah memakaikan pakaian ini kepadaku dan mengkaruniakannya kepadaku tanpa daya dan kekuatan dariku. (HR. Ibnu as-Sani) 23. Do’a Ketika Hendak Bersetubuh Bismillaahi, allahumma jannibnasy syaythaana wa jannibisy syaythaana maa razaqtanaa. Artinya : Dengan nama Allah, ya Allah; jauhkanlah kami dari gangguan syaitan dan jauhkanlah syaitan dari rezki (bayi) yang akan Engkau anugerahkan pada kami. (HR. Bukhari) 24. Do’a Masuk Pasar Bismillahi, allahumma innii as-aluka khayra haadzihiz suuqi wa khayra maa fiihaa, wa a’uudzu bika min syarri haadzihis suuqi wa min syarri maa fiithaa. Allahumma innii a’uudzu bika an ushiiba fiihaa yamiinaam faajiratan aw shafagatan khaasiratan. Artinya : Dengan nama Allah ya Allah aku memohon pada-Mu kebaikan pasar ini dan kebaikan yang ada di dalamnya. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan pasar ini dan dari keburukan yang ada didalamnya. Dan aku berlindung pada-Mu dari sumpah palsu dan dari suatu pembelian atau penjualan yang merugikan. (HR. Hakim) *** Dari Sahabat

Alif Laam Miim’

Tahukah anda, apa arti dan makna ‘alif laam Miim’…? Tiba-tiba saja, aku terhenti membaca lembaran pertama Al-qur’an itu. Dan akupun tak kuasa lagi untuk melanjutkannya… Mataku berkaca-kaca. Kutahan tetesan air mataku, sebisanya. Ah! tidak bisa! Bahkan ada air mata yang menetes jatuh ke bajuku. Aku tak sanggup berucap. Tenggorokkanku terasa sakit. Lidahku kelu. Nafasku memburu. Tambah lama, air mataku semakin tak terbendung. Akhirnya berderai juga dan kubiarkan berjatuhan. Mengalir deras, entah membasahi apa saja yang ada di bawahnya. Aku tak tahu apa penyebabnya. Mungkin haru, mungkin rindu, mungkin takut, atau bahkan mungkin ada perasaan cemas. Semua bercampur menjadi satu. Tak bisa kugambarkan bagaimana perasaanku saat itu. Semua rasa ada di dalam qalbu. Semua itu terjadi ketika pandangan mataku terpaku pada ayat pertama surat Al-Baqarah yang berbunyi “alif laam miim…” Bahkan tanganku yang membawa kitab Al-Qur’an sempat bergetar menahan gejolak hati yang tak karuan rasanya. Itulah suasana hatiku ketika untuk pertama kali aku masuk ke masjid Nabawi. Aku bersama-sama dengan banyak orang masuk ke masjid Rasulullah. Saat itu aku tak mengetahui arah. Belok kanan, belok kiri atau lurus, aku tak tahu. Aku terus maju mengikuti saja kemana arah langkah kakiku membawa. Akhirnya aku melihat ada tempat kosong dalam sebuah shaf. Aku pun menuju ke tempat itu. Ku lakukan shalat dua rakaat. Setelah selesai aku mengambil kitab Al-qur’an untuk ku baca. Ketika aku menebarkan pandanganku ke kanan dan ke kiri, betapa terkejutnya aku. Karena tanpa kusadari aku sudah berada di dekat makam Rasulullah… Dan ternyata itulah yang disebut sebagai Raudhah. Sebuah taman surga yang selalu ku idamkan sejak aku mengikuti manasik haji dahulu. Ternyata saat itu tanpa kusengaja aku sudah berada di dalamnya. Maka, saat aku menyadari bahwa aku berada dekat sekali dengan Rasul tercinta. Aku ingin sekali membaca Al-Qur’an yang agung itu. Dan begitu aku membuka lembaran pertama dan bertemu dengan ayat pertama surat Al Baqarah, saat itulah aku tidak bisa mempertahankan keharuanku. Begitu bibirku menyentuh kalimat pendek yang hanya terdiri dari tiga huruf saja, alif, laam, dan ketika aku berusaha mencari arti dan maknanya… Aku merasa tidak bisa dan tidak mampu. Seketika itu juga aku merasa betapa kecilnya diri ini, betapa lemahnya, dan betapa tidak berdayanya…. Maka yang bisa aku lakukan hanyalah menangis. Tidak jelas kenapa dengan diriku. Tetapi yang kurasakan dan kuharapkan saat itu, aku ingin mohon ampun, atas segala kesalahanku, kesombonganku, keangkuhanku… Yang pernah, bahkan mungkin sering singgah dalam hatiku. Sebenarnya aku tidak tahu dan juga tidak mengerti apa makna huruf-huruf itu. Yang merupakan gabungan tiga huruf: alif, laam dan miim. Tetapi begitu aku membuka lembaran pertama Alqur’an dan bertemu dengan tiga huruf pertama dari surat Al-Baqarah itu, tiba-tiba hati bergetar, jantung berdegub lebih kencang, air mata tak tertahankan lagi…entah apa yang menyebabkannya. QS.Al-Baqarah (2) : 1-2 “Alif Laam Miim.” (hanya Allah yang mengetahui maksudnya). Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa. Kalau mengartikan 3 huruf saja aku tak mampu, bagaimana dengan ratusan ribu huruf yang berada di Al-Qur’an. Huruf-huruf itu tertata sedemikian indah. Membentuk kalimat dan ayat-ayat yang luar biasa. Penuh makna dan keseimbangan fantastis. Berfikir tentang hal itu, semakin bertambahlah rasa ketidak-mampuanku sebagai seorang hamba. Berkat alif laam miim, aku semakin merasa, dan semakin mengetahui betapa kecilnya manusia. Betapa rendahnya ilmu yang dimilikinya… Maka bertambah deraslah air mataku.. Itulah sebuah suasana hati di Raudhah. Sang taman surga..! Betapa indahnya jika hati manusia di dalam kesehariannya diwarnai oleh suasana Raudhah. Tentu hidup ini akan damai sejahtera. Semua orang akan peka dan peduli pada orang lain. Semua orang akan mengakui ketidak berdayaannya sebagai orang yang kecil, yang lemah, yang tak tahu apa-apa. Semua merasa dalam aktivitas hidupnya selalu dekat Rasulullah. Dekat dengan ajarannya, dekat sunahnya. Dekat dengan sifat-sifatnya yang jujur, yang amanah, yang selalu menyampaikan kebenaran, yang selalu menggunakan logika imannya. Rupanya hanya di Raudhah itulah, aku bisa bertemu dengan suasana hati yang seperti itu. Betapa seringnya aku membaca huruf-huruf alif, laam dan miim. Tetapi tidak pernah menemukan suasana hati semacam itu. Kecuali di Raudhah ini.. Rasulullah saw, bersabda ” Tempat yang terletak diantara rumahku dan mimbarku, merupakan suatu taman di antara taman-taman surga..” (HR. Bukhari, dari Abu Hurairah) *** Oleh Sahabat: Firliana Putri

Tolak Bala dengan Sedekah

Orang-orang yang beriman sangat sadar dengan kekuatan sedekah untuk menolak bala, kesulitan dan berbagai macam penyakit, sebagaimana sabda RasulAllah SAW, sbb : “Bersegeralah bersedekah, sebab yang namanya bala tidak pernah mendahului sedekah”. “Belilah semua kesulitanmu dengan sedekah”. “Obatilah penyakitmu dengan sedekah”. Banyak dari kita yang sudah mengetahui dan memahami perihal anjuran bersedekah ini, namun persoalannya seringkali kita teramat susah untuk melakukannya karena kekhawatiran bahwa kita salah memberi, sebagai contoh kadang kita enggan memberi pengemis/pengamen yang kita temui dipinggir jalan dengan pemikiran bahwa mereka (pengemis/pengamen tsb) menjadikan meminta-minta sebagai profesinya, tidak mendidik, dll. Padahal sesungguhnya prasangka kita yang demikian adalah bisikan-bisikan setan laknatullah yang tidak rela melihat kita berbuat baik (bersedekah), sebaiknya mulai saat ini hendaknya kita hilangkan prasangka-prasangka yang demikian karena seharusnya sedekah itu kita niatkan sebagai bukti keimanan kita atas perintah Allah dan rasul-Nya yang menganjurkan umatnya untuk gemar bersedekah, Masalah apabila ternyata kemudian bahwa sedekah yang kita beri kepada pengemis/pengamen tadi tidak tepat sasaran, bukan lagi urusan kita, karena sedekah hakekatnya adalah ladang amal bagi hamba-hamba Allah yang bertakwa. Pengemis/pengamen/fakir miskin lainnya adalah ladang amal bagi orang yang berkecukupan, dapat kita bayangkan andaikata tidak ada lagi orang-orang tersebut, kepada siapa lagi kita dapat beramal (bersedekah)? Atau kalo kita termasuk orang yang tidak suka memberi sedekah (kepada pengemis/pengamen/fakir miskin) dengan berbagai alasan dan pertimbangan maka biasakanlah bersedekah dengan menyiapkan sejumlah uang sebelum sholat Jum’at dan memasukkan ke kotak-kotak amal yang tersedia dan biasakan dengan memberi sejumlah minimal setiap Jum’at, misalnya Jum’at ini kita menyumbang Rp. 10 ribu ke kotak amal maka sebaiknya Jum’at berikutnya harus sama, syukur-syukur bisa lebih dan terutama harus diiringi dengan keikhlasan. Sedekah anda, walaupun kecil tetapi amat berharga disisi Allah Azza Wa Jalla. Orang yang bakhil dan kikir dengan tidak menyedekahkan sebagian hartanya akan merugi didunia dan akhirat karena tidak mendapat keberkahan. Jadi, sejatinya orang yang bersedekah adalah untuk untuk kepentingan dirinya. Sebab menginfakkan (belanjakan) harta akan memperoleh berkah dan sebaliknya menahannya adalah celaka. Tidak mengherankan jika orang yang bersedekah diibaratkan orang yang berinvestasi dan menabung disisi Allah dengan jalan meminjamkan pemberiannya kepada Allah. Balasan yang akan diperoleh berlipatganda. Mereka tidak akan rugi meskipun pada awalnya mereka kehilangan sesuatu. *** Oleh sahabat: Ketut Junaedi

Ganjaran Bersedekah

RasulAllah Shollallahu Alaihi Wa Sallam menganjurkan kepada kita umatnya untuk memperbanyak sedekah, hal itu dimaksudkan agar rezeki yang Allah berikan kepada kita menjadi berkah. Allah memberikan jaminan kemudahan bagi orang yang berdekah, ganjaran yang berlipatganda (700 kali) dan ganti, sebagaimana firman-Nya dan sabda RasuluAllah SAW, sbb : Allah Ta’ala berfirman, “Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertaqwa dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga) maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah”. {Qs. Al Lail (92) : 5-8} Allah Ta’ala berfirman, “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah maha luas (kurnia-Nya) lagi maha mengetahui”. {Qs. Al Baqarah (2) : 261} RasulAllah SAW bersabda, “Setiap awal pagi, semasa terbit matahari, ada dua malaikat menyeru kepada manusia dibumi. Yang satu menyeru, “Ya Tuhan, karuniakanlah ganti kepada orang yang membelanjakan hartanya kepada Allah”. Yang satu lagi menyeru “musnahkanlah orang yang menahan hartanya”. *** Oleh sahabat: Ketut Junaedi

Membaca basmalah.

Firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman, apabila hendak mengerjakan sholat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub, maka mandilah.” (Q.S. Al-Maidah 6) Rosulullah Saw bersabda, “Kuncinya sholat adalah suci.” (HR. Abu Dawud dan Turmudzi) Rosulullah Saw bersabda, “Siapa saja berwudhu seraya membaguskannya, kemudian sholat dua raka’at, yang dua raka’at itu hatinya tidak terbentik keinginan duniawi, maka ia keluar dari dosanya seperti ketika dilahirkan ibunya.” (HR. Al-Ihyaa’ hal. 116, jilid 1) Rosulullah Saw bersabda, “Apabila seorang muslim berwudhu kemudian dia berkumur, maka keluarlah dosa-dosa dari mulutnya. Apabila ia masukkan air ke dalam hidung kemudian dikeluarkan lagi, maka keluarlah dosa-dosa dari hidungnya. Apabila ia basuh mukanya, maka keluarlah dosa-dosa dari mukanya hingga dosa-dosa itu pula keluar dari bawah bibir kedua matanya. Apabila ia basuh kedua tangannya, maka keluarlah dosa-dosa dari kedua tangannya hingga keluar dari bawah kuku-kukunya. Apabila ia usap kepalanya, maka keluarlah dosa-dosa dari kepalanya hingga keluar dosa-dosa itu dari bawah kedua telinganya. Apabila ia basuh kedua kakinya, maka keluarlah dosa-dosa dari kedua kakinya hingga keluar pula dosa-dosa itu dari bawah kuku kedua kakinya Kemudian perjalannya ke masjid dan sholatnya (sholat sunah) merupakan ibadah sunat baginya.” (HR. Al-Ihyaa’ hal. 116, jilid 1). Rosulullah Saw bersabda, “Basuhlah cela-cela jari tangan kalian, maka tidak akan dibasuh oleh Allah pada hari kiamat dengan api neraka.” (HR. Duruquthni) Keterangan: Sebelum berwudhu disunatkan membasuh tangan. Yaitu antara jari-jari tangan dibasuh dengan air. Membasuh diantara jari-jari tangan termasuk kesempurnaan wudhu. Rosulullah Saw bersabda, “Kecelakaan besar dari api neraka bagi tumit-tumit (yang tak terbasuh dalam berwudhu). Maka sempurnakanlah wudhu.” (HR. Muslim dan Abu Dawud) Keterangan: Hadis-hadis di atas menerangkan betapa pentingnya menyempunakan wudhu. Untuk menyempurnakan wudhu, sebaiknya hal-hal yang sunat di dalam wudhu dilaksanakan. Yaitu: Membaca basmalah. Membasuh dua telapak tangan sebelum membasuh muka. Berkumur. Memasukkan air ke dalam hidung kemudian dikeluarkan lagi (istinsyaq). Mengusap seluruh kepala dengan air. Mengusap dua telinga dengan air, baik bagian luar atau bagian dalamnya. Membasuh jenggot yang lebat dengan memasukkan jari-jari tangan ke dalam jenggot itu. Membasuh jari-jari kaki / tangan. Mendahulukan yang kanan dari yang kiri dari anggota wudhu. Mengulang sampai tiga kali dalam bersuci. Muwalah, yaitu mengerjakan rukun-rukun wudhu secara beruntun tanpa dipisah oleh waktu yang lama. Dan masih banyak lagi hal-hal yang sunat dalam berwudhu seperti melebihkan dalam membasuh tangan dan kaki dari bagian yang wajib dibasuh. *** Narasumber: Kitab “At-Targhiib Wat-Tarhiib

Anjuran Wudhu dan Meyempurnakannya

Firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman, apabila hendak mengerjakan sholat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub, maka mandilah.” (Q.S. Al-Maidah 6) Rosulullah Saw bersabda, “Kuncinya sholat adalah suci.” (HR. Abu Dawud dan Turmudzi) Rosulullah Saw bersabda, “Siapa saja berwudhu seraya membaguskannya, kemudian sholat dua raka’at, yang dua raka’at itu hatinya tidak terbentik keinginan duniawi, maka ia keluar dari dosanya seperti ketika dilahirkan ibunya.” (HR. Al-Ihyaa’ hal. 116, jilid 1) Rosulullah Saw bersabda, “Apabila seorang muslim berwudhu kemudian dia berkumur, maka keluarlah dosa-dosa dari mulutnya. Apabila ia masukkan air ke dalam hidung kemudian dikeluarkan lagi, maka keluarlah dosa-dosa dari hidungnya. Apabila ia basuh mukanya, maka keluarlah dosa-dosa dari mukanya hingga dosa-dosa itu pula keluar dari bawah bibir kedua matanya. Apabila ia basuh kedua tangannya, maka keluarlah dosa-dosa dari kedua tangannya hingga keluar dari bawah kuku-kukunya. Apabila ia usap kepalanya, maka keluarlah dosa-dosa dari kepalanya hingga keluar dosa-dosa itu dari bawah kedua telinganya. Apabila ia basuh kedua kakinya, maka keluarlah dosa-dosa dari kedua kakinya hingga keluar pula dosa-dosa itu dari bawah kuku kedua kakinya Kemudian perjalannya ke masjid dan sholatnya (sholat sunah) merupakan ibadah sunat baginya.” (HR. Al-Ihyaa’ hal. 116, jilid 1). Rosulullah Saw bersabda, “Basuhlah cela-cela jari tangan kalian, maka tidak akan dibasuh oleh Allah pada hari kiamat dengan api neraka.” (HR. Duruquthni) Keterangan: Sebelum berwudhu disunatkan membasuh tangan. Yaitu antara jari-jari tangan dibasuh dengan air. Membasuh diantara jari-jari tangan termasuk kesempurnaan wudhu. Rosulullah Saw bersabda, “Kecelakaan besar dari api neraka bagi tumit-tumit (yang tak terbasuh dalam berwudhu). Maka sempurnakanlah wudhu.” (HR. Muslim dan Abu Dawud) Keterangan: Hadis-hadis di atas menerangkan betapa pentingnya menyempunakan wudhu. Untuk menyempurnakan wudhu, sebaiknya hal-hal yang sunat di dalam wudhu dilaksanakan. Yaitu: Membaca basmalah. Membasuh dua telapak tangan sebelum membasuh muka. Berkumur. Memasukkan air ke dalam hidung kemudian dikeluarkan lagi (istinsyaq). Mengusap seluruh kepala dengan air. Mengusap dua telinga dengan air, baik bagian luar atau bagian dalamnya. Membasuh jenggot yang lebat dengan memasukkan jari-jari tangan ke dalam jenggot itu. Membasuh jari-jari kaki / tangan. Mendahulukan yang kanan dari yang kiri dari anggota wudhu. Mengulang sampai tiga kali dalam bersuci. Muwalah, yaitu mengerjakan rukun-rukun wudhu secara beruntun tanpa dipisah oleh waktu yang lama. Dan masih banyak lagi hal-hal yang sunat dalam berwudhu seperti melebihkan dalam membasuh tangan dan kaki dari bagian yang wajib dibasuh. *** Narasumber: Kitab “At-Targhiib Wat-Tarhiib

Suratnya

Tahajud Perkuat Sistem Imun Tubuh Prof Dr Mohammad Sholeh Rasulullah SAW nyaris tidak pernah melewatkan satu malam pun kecuali dengan shalat tahajud, bahkan di saat peperangan sekalipun. Dulu, shalat tahajud diwajibkan. “Setelah turun surat Al-Muzzammil ayat 19 dan 20 baru disunatkan,” ujar Prof Dr Mohammad Sholeh, pengasuh Klinik Terapi Tahajud dan trainer salat khusyuk kepada Damanhuri Zuhri dari Republika, Rabu (31/1) Mengapa Rasulullah SAW menganjurkan shalat ini, hanya Beliau yang tahu. Namun perkembangan sains membuktikan, shalat ini banyak manfaatnya. “Secara medispun bisa dibuktikan,” ujar pria yang tahun 2000 berhasil mempertahankan disertasi doktornya di jurusan Psikoneuroimunologi Unair mengenai shalat tahajud untuk sistem imun tubuh ini. Berikut ini penjelasannya mengenai kajian ilmiahnya tentang tahajud: Apa alasan Anda tertarik meneliti tentang shalat tahajud dan hubungannya dengan sistem imun tubuh? Pertama tidak ada shalat sunat yang dianjurkan oleh Alquran kecuali tahajud. Sedangkan shalat-shalat sunat lain itu hanya sampai pada tataran hadis Rasulullah SAW. Kalau shalat sunat tahajud itu ada di dalam surat Al-Muzzammil ayat 1 sampai 20 terutama pada ayat 1 sampai 10. Kemudian Surat Al-Isra ayat 79. Ini alasan logika normatifnya. Kedua, Rasulullah SAW sama sekali tidak pernah meninggalkan shalat tahajud. Ketiga, tidak ada shalat sunat yang diwajibkan Islam kecuali tahajjud. Selama satu tahun Rasulullah mewajibkan umatnya melaksanakan shalat tahajjud, sebelum turun ayat tadi. Lalu ada hadis kudsi yang menjelaskan tentang setiap dua per tiga malam Allah SWT turun ke langit pertama sambil menyerukan, “Hamba-Ku yang sedang ruku dan sujud melaksanakan shalat tahajjud, permintaanmuakan Aku beri, doamu akan Aku kabulkan, dosamu akan Aku ampuni.” Ditambah dengan hadis riwayat Tabrani yang menjelaskan bahwa shalat tahajud itu kebiasaan yang dilakukan oleh para orang-orang saleh di jaman dulu dan itu menyembuhkan baik fisik maupun psikis. Logika pengalamannya: saya dulu pernah kena penyakit kangker kulit. Dokter sudah angkat tangan. Namun tahajud menyelamatkan saya. Tahun 1982 sampai 1987, setelah itu saya dinyatakan sembuh sama sekali. Berapa lama disertasi Anda susun? Enam bulan sudah selesai. Enam bulan penelitiannya. Saya termasuk tercepat, 1998 sampai 2000. Jadi, dua tahun setengah lebih satu bulan. Mengapa sistem imun yang Anda teliti? Dalam tubuh kita oleh Yang Mahakuasa sudah ada yang namanya sistem imun (daya tahan tubuh). Daya tahan tubuh itu maksudnya apa? Misalnya, darah kita kalau dilihat merah tapi kalau dianalisis darah kita campur dengan reagen kemudian dianalisis di laboratorium nanti komponen di dalam tubuh macam-macam darah itu. Jadi, ada hemoglobin, ada hormon kartisol. Dosen saya bilang, saya ini banyak mematahkan teori ilmu kedokteran lama. Semisal, jantung koroner secara teori kedokteran lama tidak bisa disembuhkan. Tapi, melalui imunitas imunologi tadi penyakit ini bisa disembuhkan. Bagaimana bisa? Jantung koroner ini penyebabnya tersumbatnya arteri jantung karena kolestarol. Kolesterol itu adalah lemak yang berwarna kuning yang berasal dari makanan yang kita makan diolah oleh tubuh menjadi glikogen kemudian diolah lagi menjadi glukosa. Glukosa diolah lagi menjadi kolesterol. Kalau orang tidak pernah gerak maka kolesterol akan menyumbat pada organ yang tidak pernah digerakkan. Nah, kalau orang itu mau shalat tahajud berlama-lama seperti Rasulullah SAW, dua rakaat saja semalam, nantinya akan ada metabolisme tubuh kita akan bercucuran keringat, bahkan di ruangan ber-AC sekalipun. Keluarnya keringat ini menyehatkan. Karena di dalam tubuh kita ada metabolisme kolesterol-kolester ol akan dibakar ATP/ADP sehingga menjadi energi yang merangsang kelenjar keringat untuk berkeringat. Jadi, kalau tidak berkeringat tidak banyak membawa dampak fisik. Kebanyakan orang shalat tahajud itu hanya sekadar memburu-buru pahala atau mengejar maqamam mahmuda dalam pengertian sempit. Maksud Anda dengan maqamam mahmuda? Shalat tahajjud menjadi Bupati. Untuk tujuan duniawi. Kesehatan dan keimanan itu saya kira yang paling tepat untuk maqamam mahmuda. Bagaimana sampai pada kesimpulan bahwa shalat tahajud berpengaruh pada sistem imun tubuh? Penelitian saya dari 51 siswa SMU yang saya ambil training sebelumnya yang usianya sama. Karena syarat penelitian kuantitatif itu harus homogen. Jadi, usianya sama yaitu laki-laki antara usia 16 tahun sampai 20 tahun. Sama-sama SMU kelas 1 Hidayatullah yang tidak pernah shalat tahajjud sama sekali. Kemudian tidak pernah mengikuti tariqah-tariqah dan sebagainya. Kemudian saya ambil darahnya sebelum shalat. Kemudian saya ambil darahnya lagi setelah shalat satu bulan, saya ambil darahnya lagi setelah dua bulan. Aktivitasnya sama, menu makannya sama, usianya sama, sama-sama tidak pernah shalat tahajud. Ternyata variabel yang saya teliti, makrofagnya beda. Makrofag itu intinya adalah sel imunitas tubuh yang berfungsi untuk memakan sel lain yang tidak normal. Jadi, kalau ada orang kena kista itu menunjukkan bahwa makrofagnya mengalami defisiensi. Saya sudah bisa mendeteksi orang itu mengalami penurunan. Dengan demikian kalau teorinya dirunut lebih dalam, makrofag tidak akan berproduksi kalau yang bersangkutan stress. Kalau dirunut lagi mungkin orang ini kena penyakit hati seperti, iri, dengki, sombong. Nah hal yang seperti ini yang menyebabkan stress. Nggak pernah qona-ah (puas), tawakal, jadi, akidah itu menentukan sekali penyakit seseorang. Kenapa orang yang sering tahajud tak pusing kepala, padahal dia bangun tengah malam? Karena otak kita ketika shalat tahajjud melepaskan seritonin, beta endorsin, dan melatonin yang diproduksi otak. Ketika seseorang shalat tahajjud, seritonin, beta endorsin, dan melatonin itu terproduksi. Itu yang menyebabkan kita menjadi tenang. Karena ketenangan itulah maka homeostasis terjaga. Pusing disebabkan karena terganggunya homeostasis, mungkin bisa hipertensi atau hipotensi. Shalat tahajud itu kan meditasi tingkat tinggi. Itu yang menjaga homeostasis atau kecenderungan untuk tetap dalam keadaan normal. Orang sakit itu terganggunya homeostasis. Nah, ketika shalat tahajud relaksasinya tercapai secara maksimal maka keseimbangan tubuh terjaga. Tak akan ada hipertensi dan hipotensi. Termasuk kolesterol akan dibabat habis oleh aktivitas tahajud. Kolesterol akan hilang menjadi energi. Bagaimana Shalat Tahajud yang Benar? Yaitu dilakukan dengan khusyuk, tulus ikhlas, gerakannya seperti Rasulullah shalat kemudian kontinyu. Saya merujuk kepada hadis shahih Muslim yang diriwayatkan Khuzaifah yang pernah bercerita suatu malam pernah shalat tahajjud bersama Rasulullah kemudian begitu mengangkat tangan sebagai tanda takbiratul ihram terdengar dari belakang Rasulullah terisak-isak karena manangis. Rasulullah kemudian membaca doa iftitah sangat pelan setelah itu membaca Al Fatihah sangat pelan sekali setelah itu baca surat. Surat yag dibaca Rasulullah tidak tanggung-tanggung yaitu surat Al Baqarah, padahal ayatnya ada 286. Ketika sampai seratus ayat kata Khuzaifah kiranya disudahi ternyata tidak masih dilanjutkan. Setelah selesai surat Albaqarah, ternyata ditambah surat An-Nisaa. Setelah surat An-Nisa, dilanjutkan membaca surat Ali Imran. Nah, sehingga satu rakaat saja membaca tiga surat yang panjang-panjang kira-kira lima juz lebih. Kata Khuzaifah, “Bukan hanya di situ. Setelah Rasulullah membaca surat kemudian ruku yang lamanya sama dengan membaca Alqurannya. Kemudian i’tidal sama dengan rukunya. Kemudian sujud sama dengan i’tidalnya, setelah itu duduk iftiras sama dengan sujudnya. Sehingga Rasulullah semalam hanya dua rakaat. Kemudian tambah satu rakaat witir keburu sudah Bilal adzan.” Inilah yang saya trainingkan. Tetapi saya tidak ajarkan shalat yang panjang-panjang itu. Suratnya silahkan apa yang dihapal, tetapi setelah membaca surat jangan langsung ruku, disambung lagi dengan dialog, mengadukan masalah kepada Allah. Bisa juga kita manfaatkan sebelum ruku kita mendialogkan segala persoalan yang sedang kita hadapi. Mungkin anak yang jauh dari harapan, suami yang punya masalah, ekonomi yang morat-marit. Itu diadukan kepada Allah. Jadi, shalat khusyuk itu bukan shalat yang lupa segala-galanya. Kita tidak perlu menargetkan shalat tahajud itu delapan rakaat ditambah tiga rakaat witir yang penting bukan kuantitasnya tapi kualitas. Ada conect, komunikasi intens dengan Allah bahwa kita sadar sesadar-sadarnya sedang shalat menghadap kepada yang Mahakuasa, Mahaagung, Mahasegala-galanya. Digenggaman- Nya lah segala urusan. Sehingga kalau kita sudah bisa seperti itu nikmat rasanya. Karena itu nikmat maka sayang kalau diputus. Dua rakaat saja bisa dua jam setengah. *** Republika: Jumat, 02 Februari 2007

Tahajud Perkuat Sistem Imun Tubuh

Prof Dr Mohammad Sholeh Rasulullah SAW nyaris tidak pernah melewatkan satu malam pun kecuali dengan shalat tahajud, bahkan di saat peperangan sekalipun. Dulu, shalat tahajud diwajibkan. “Setelah turun surat Al-Muzzammil ayat 19 dan 20 baru disunatkan,” ujar Prof Dr Mohammad Sholeh, pengasuh Klinik Terapi Tahajud dan trainer salat khusyuk kepada Damanhuri Zuhri dari Republika, Rabu (31/1) Mengapa Rasulullah SAW menganjurkan shalat ini, hanya Beliau yang tahu. Namun perkembangan sains membuktikan, shalat ini banyak manfaatnya. “Secara medispun bisa dibuktikan,” ujar pria yang tahun 2000 berhasil mempertahankan disertasi doktornya di jurusan Psikoneuroimunologi Unair mengenai shalat tahajud untuk sistem imun tubuh ini. Berikut ini penjelasannya mengenai kajian ilmiahnya tentang tahajud: Apa alasan Anda tertarik meneliti tentang shalat tahajud dan hubungannya dengan sistem imun tubuh? Pertama tidak ada shalat sunat yang dianjurkan oleh Alquran kecuali tahajud. Sedangkan shalat-shalat sunat lain itu hanya sampai pada tataran hadis Rasulullah SAW. Kalau shalat sunat tahajud itu ada di dalam surat Al-Muzzammil ayat 1 sampai 20 terutama pada ayat 1 sampai 10. Kemudian Surat Al-Isra ayat 79. Ini alasan logika normatifnya. Kedua, Rasulullah SAW sama sekali tidak pernah meninggalkan shalat tahajud. Ketiga, tidak ada shalat sunat yang diwajibkan Islam kecuali tahajjud. Selama satu tahun Rasulullah mewajibkan umatnya melaksanakan shalat tahajjud, sebelum turun ayat tadi. Lalu ada hadis kudsi yang menjelaskan tentang setiap dua per tiga malam Allah SWT turun ke langit pertama sambil menyerukan, “Hamba-Ku yang sedang ruku dan sujud melaksanakan shalat tahajjud, permintaanmuakan Aku beri, doamu akan Aku kabulkan, dosamu akan Aku ampuni.” Ditambah dengan hadis riwayat Tabrani yang menjelaskan bahwa shalat tahajud itu kebiasaan yang dilakukan oleh para orang-orang saleh di jaman dulu dan itu menyembuhkan baik fisik maupun psikis. Logika pengalamannya: saya dulu pernah kena penyakit kangker kulit. Dokter sudah angkat tangan. Namun tahajud menyelamatkan saya. Tahun 1982 sampai 1987, setelah itu saya dinyatakan sembuh sama sekali. Berapa lama disertasi Anda susun? Enam bulan sudah selesai. Enam bulan penelitiannya. Saya termasuk tercepat, 1998 sampai 2000. Jadi, dua tahun setengah lebih satu bulan. Mengapa sistem imun yang Anda teliti? Dalam tubuh kita oleh Yang Mahakuasa sudah ada yang namanya sistem imun (daya tahan tubuh). Daya tahan tubuh itu maksudnya apa? Misalnya, darah kita kalau dilihat merah tapi kalau dianalisis darah kita campur dengan reagen kemudian dianalisis di laboratorium nanti komponen di dalam tubuh macam-macam darah itu. Jadi, ada hemoglobin, ada hormon kartisol. Dosen saya bilang, saya ini banyak mematahkan teori ilmu kedokteran lama. Semisal, jantung koroner secara teori kedokteran lama tidak bisa disembuhkan. Tapi, melalui imunitas imunologi tadi penyakit ini bisa disembuhkan. Bagaimana bisa? Jantung koroner ini penyebabnya tersumbatnya arteri jantung karena kolestarol. Kolesterol itu adalah lemak yang berwarna kuning yang berasal dari makanan yang kita makan diolah oleh tubuh menjadi glikogen kemudian diolah lagi menjadi glukosa. Glukosa diolah lagi menjadi kolesterol. Kalau orang tidak pernah gerak maka kolesterol akan menyumbat pada organ yang tidak pernah digerakkan. Nah, kalau orang itu mau shalat tahajud berlama-lama seperti Rasulullah SAW, dua rakaat saja semalam, nantinya akan ada metabolisme tubuh kita akan bercucuran keringat, bahkan di ruangan ber-AC sekalipun. Keluarnya keringat ini menyehatkan. Karena di dalam tubuh kita ada metabolisme kolesterol-kolester ol akan dibakar ATP/ADP sehingga menjadi energi yang merangsang kelenjar keringat untuk berkeringat. Jadi, kalau tidak berkeringat tidak banyak membawa dampak fisik. Kebanyakan orang shalat tahajud itu hanya sekadar memburu-buru pahala atau mengejar maqamam mahmuda dalam pengertian sempit. Maksud Anda dengan maqamam mahmuda? Shalat tahajjud menjadi Bupati. Untuk tujuan duniawi. Kesehatan dan keimanan itu saya kira yang paling tepat untuk maqamam mahmuda. Bagaimana sampai pada kesimpulan bahwa shalat tahajud berpengaruh pada sistem imun tubuh? Penelitian saya dari 51 siswa SMU yang saya ambil training sebelumnya yang usianya sama. Karena syarat penelitian kuantitatif itu harus homogen. Jadi, usianya sama yaitu laki-laki antara usia 16 tahun sampai 20 tahun. Sama-sama SMU kelas 1 Hidayatullah yang tidak pernah shalat tahajjud sama sekali. Kemudian tidak pernah mengikuti tariqah-tariqah dan sebagainya. Kemudian saya ambil darahnya sebelum shalat. Kemudian saya ambil darahnya lagi setelah shalat satu bulan, saya ambil darahnya lagi setelah dua bulan. Aktivitasnya sama, menu makannya sama, usianya sama, sama-sama tidak pernah shalat tahajud. Ternyata variabel yang saya teliti, makrofagnya beda. Makrofag itu intinya adalah sel imunitas tubuh yang berfungsi untuk memakan sel lain yang tidak normal. Jadi, kalau ada orang kena kista itu menunjukkan bahwa makrofagnya mengalami defisiensi. Saya sudah bisa mendeteksi orang itu mengalami penurunan. Dengan demikian kalau teorinya dirunut lebih dalam, makrofag tidak akan berproduksi kalau yang bersangkutan stress. Kalau dirunut lagi mungkin orang ini kena penyakit hati seperti, iri, dengki, sombong. Nah hal yang seperti ini yang menyebabkan stress. Nggak pernah qona-ah (puas), tawakal, jadi, akidah itu menentukan sekali penyakit seseorang. Kenapa orang yang sering tahajud tak pusing kepala, padahal dia bangun tengah malam? Karena otak kita ketika shalat tahajjud melepaskan seritonin, beta endorsin, dan melatonin yang diproduksi otak. Ketika seseorang shalat tahajjud, seritonin, beta endorsin, dan melatonin itu terproduksi. Itu yang menyebabkan kita menjadi tenang. Karena ketenangan itulah maka homeostasis terjaga. Pusing disebabkan karena terganggunya homeostasis, mungkin bisa hipertensi atau hipotensi. Shalat tahajud itu kan meditasi tingkat tinggi. Itu yang menjaga homeostasis atau kecenderungan untuk tetap dalam keadaan normal. Orang sakit itu terganggunya homeostasis. Nah, ketika shalat tahajud relaksasinya tercapai secara maksimal maka keseimbangan tubuh terjaga. Tak akan ada hipertensi dan hipotensi. Termasuk kolesterol akan dibabat habis oleh aktivitas tahajud. Kolesterol akan hilang menjadi energi. Bagaimana Shalat Tahajud yang Benar? Yaitu dilakukan dengan khusyuk, tulus ikhlas, gerakannya seperti Rasulullah shalat kemudian kontinyu. Saya merujuk kepada hadis shahih Muslim yang diriwayatkan Khuzaifah yang pernah bercerita suatu malam pernah shalat tahajjud bersama Rasulullah kemudian begitu mengangkat tangan sebagai tanda takbiratul ihram terdengar dari belakang Rasulullah terisak-isak karena manangis. Rasulullah kemudian membaca doa iftitah sangat pelan setelah itu membaca Al Fatihah sangat pelan sekali setelah itu baca surat. Surat yag dibaca Rasulullah tidak tanggung-tanggung yaitu surat Al Baqarah, padahal ayatnya ada 286. Ketika sampai seratus ayat kata Khuzaifah kiranya disudahi ternyata tidak masih dilanjutkan. Setelah selesai surat Albaqarah, ternyata ditambah surat An-Nisaa. Setelah surat An-Nisa, dilanjutkan membaca surat Ali Imran. Nah, sehingga satu rakaat saja membaca tiga surat yang panjang-panjang kira-kira lima juz lebih. Kata Khuzaifah, “Bukan hanya di situ. Setelah Rasulullah membaca surat kemudian ruku yang lamanya sama dengan membaca Alqurannya. Kemudian i’tidal sama dengan rukunya. Kemudian sujud sama dengan i’tidalnya, setelah itu duduk iftiras sama dengan sujudnya. Sehingga Rasulullah semalam hanya dua rakaat. Kemudian tambah satu rakaat witir keburu sudah Bilal adzan.” Inilah yang saya trainingkan. Tetapi saya tidak ajarkan shalat yang panjang-panjang itu. Suratnya silahkan apa yang dihapal, tetapi setelah membaca surat jangan langsung ruku, disambung lagi dengan dialog, mengadukan masalah kepada Allah. Bisa juga kita manfaatkan sebelum ruku kita mendialogkan segala persoalan yang sedang kita hadapi. Mungkin anak yang jauh dari harapan, suami yang punya masalah, ekonomi yang morat-marit. Itu diadukan kepada Allah. Jadi, shalat khusyuk itu bukan shalat yang lupa segala-galanya. Kita tidak perlu menargetkan shalat tahajud itu delapan rakaat ditambah tiga rakaat witir yang penting bukan kuantitasnya tapi kualitas. Ada conect, komunikasi intens dengan Allah bahwa kita sadar sesadar-sadarnya sedang shalat menghadap kepada yang Mahakuasa, Mahaagung, Mahasegala-galanya. Digenggaman- Nya lah segala urusan. Sehingga kalau kita sudah bisa seperti itu nikmat rasanya. Karena itu nikmat maka sayang kalau diputus. Dua rakaat saja bisa dua jam setengah. *** Republika: Jumat, 02 Februari 2007

Anjuran Sholat Pada Permulaan Waktu

Rosulullah Saw bersabda, “Permulaan waktu adalah ridho Allah, tengah waktu adalah rahmat Allah, dan akhir waktu adalah ampunan Allah yang Maha Mulia dan Maha Agung.” (HR. Daruquthni) Rosulullah Saw bersabda, “Amal yang paling utama adalah sholat pada waktunya berbakti kepada kedua orang tua, dan jihad di jalan Allah.” (HR. Ahmad) Dalam hadisnya Bazzar berkata, “Kemudian Nabi Muhammad saw datang pada suatu kaum yang dipacah kepalanya dengan batu. Ketika kepala itu pecah kemudian pulih kembali seperti semula, begitu seterusnya.” Rosulullah Saw bertanya, “Wahai Jibril, siapakah mereka itu?” Mereka itu adalah orang-orang yang merasa berat kepalanya untuk mengerjakan sholat.” (Jawazir, hal. 114, Jilid I) Ibnu Abbas ra. Berkata, “Pada hari kiamat nanti, ada seorang laki-laki disuruh berdiri di hadapan Allah. Kemudian Allah memerintahnya ke neraka.” Maka dia berkata, “Wahai Tuhan, kenapa begini ?” Kemudian Dia (Allah) berfirman, “Sebab kamu akhirkan sholat dari waktunya dan sebab sumpah dustamu kepada-Ku.” (Jawazir, hal. 116, Jilid I) Keterangan : Bergegas mengerjakan sholat pada awal waktu, hukumnya sunat. Mengakhirkan sholat hingga keluar waktunya dengan disengaja hukumnya haram. Jadi kalau ada orang yang berangkat tidur setelah waktu sholat datang sedang ia belum mengerjakan sholat dan tidak punya keyakinan bahwa di tengah-tengah tidurnya nanti pasti ada orang yang membangunkan, maka berangkat tidur dalam keadaan demikian itu hukumnya haram. Tetapi kalau ia punya prasangka bahwa di tengah-tengah tidurnya nanti pasti ada yang membangunkan sebagaimana biasa, maka tidurnya itu terkena hukum makruh, tidak haram. *** Narasumber: Kitab “At-Targhiib Wat-Tarhiib”

Mengenai Qiblat

Orang-orang pergi ke Timur, Barat, Utara dan Selatan, tetapi ke mana pun mereka pergi, fokus mereka tetap satu, yaitu qiblat. Allah berfirman bahwa ketika kalian ingin melakukan salat, arahkan muka kalian menuju Rumah Allah yang suci, yaitu Kabah. Sungguh Kami melihatmu (Wahai Muhammad saw) memalingkan mukamu mencari petunjuk ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke qiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram [Kabah]. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang yang diberi Al Kitab memang mengetahui, bahwa itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan. [2:144] Di mana pun kalian berada, arahkan muka kalian ke arah masjid yang di dalamnya terdapat Kabah di Mekkah. Karena adanya Kabah, tempat di sekitarnya menjadi suci. Tempat itu dinamakan haram, artinya terlarang. Itu adalah tempat di mana dosa-dosa tidak diperkenankan. Itu adalah tempat yang suci, bahkan niat buruk pun akan ditulis sebagai amal buruk kalian. Ia disebut masjid, tetapi Allah membuatnya lebih dari itu. Pada kenyataannya, tempat itu adalah tempat di mana dosa-dosa tidak dapat diterima. Itulah sebabnya nama masjid itu dalam bahasa Arab disebut Masjidil Haram, artinya “Masjid Terlarang” (juga diterjemahkan sebagai “Masjid yang Suci”). Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. [17:1] Di mana pun tempat ini disebutkan, ia selalu Masjid al-Haram. Nama Masjid al-Haram berarti bahwa seseorang tidak diperkenankan melakukan perbuatan berdasarkan hasrat buruknya—bahkan tak seorang pun diperkenankan mempunyai niat buruk di sana. Hanya keinginan yang baik dan pikiran yang baik yang diperbolehkan masuk, bukannya karakteristik binatang. Binatang bertindak tanpa batas pada perilaku mereka. Jadi “Masjid al-Haram” berarti masjid di mana perilaku rendah tidak diterima. Simbol terbaik untuk kelalaian adalah keledai. Bila orang mempunyai karakter seperti ini, kita katakan bahwa mereka menampilkan perilaku keledai. Kini, orang-orang membawa karakteristik ini. Kelalaian mereka membawa mereka ke perilaku buas, dan mereka melakukan segala macam perbuatan yang tidak dapat diterima. Setiap orang mempunyai tujuan dan harapan untuk mencapai tempat suci, dan bagi Muslim, tempat itu adalah Masjid al-Haram. Yang menjadi fokus bagi Muslim adalah untuk meraih level karakter yang sempurna, belajar darinya, dan mendapat pencerahan darinya. Allah mengetahui isi hati kita. Menurut ketulusan dan pencapaian kalian, Allah menghubungkan kalian dengan tujuan kalian. Dan orang-orang yang berjihad untuk Kami, Kami akan tunjukkan mereka pada jalan-jalan Kami, jalan-jalan yang sesuai bagi mereka. [29:69] Ada level-level pencapaian. Kita harus maju meninggalkan kelalaian kita, belajar dan mendidik diri kita dengan menjaga hubungan dengan seorang yang telah mendapat pencerahan. Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar (dalam kata dan perbuatan)”. [9:119]. Hati yang mengkilap dari orang yang tulus dan jujur (shiddiq) adalah bak penampung cahaya surgawi dan berkah Ilahi agar termanifestasi. Orang seperti itu bagi kita adalah bagaikan matahari. Ketika matahari bersinar, seluruh dunia bersinar dari sumber energi itu yang membuat segalanya menjadi terlihat. Sebelumnya gelap, kemudian terang. Menurut kepribadian kalian dan sesuai dengan berapa banyak kalian membebaskan diri kalian dari perilaku “keledai” kepada level-level yang lebih tinggi yang telah diberikan oleh Allah. Fokus setiap orang seharusnya adalah tempat yang suci. Kita mulai membayangkan bahwa kita tahu sesuatu. Jika kita tahu sesuatu, kita harus berbuat berdasarkan pengetahuan itu dan mengikutinya sesuai dengan pemahaman kita. *** Mawlana Syekh Muhammad Hisyam Kabbani ar-Rabbani qs Dari Buku Sufi Science of Self Realization

Siapa menghendaki

Berlomba Menebar Rahmat “Balighu ‘annii walaw aayah ” (Sampaikan dariku meski satu ayat, HR Bukhari & Turmudzi). Hadits tersebut kita yakini shohih dan merupakan kewajiban setiap muslim untuk melaksanakannya. Rasulullah saw. juga dikenal bersifat tabligh, senantiasa menyampaikan wahyu dari Allah SWT. secara sempurna kepada ummatnya. Kata balighu berasal dari kata baligha / ablagha yang bermakna menyampaikan informasi, dalam berbagai bentuknya. Kata ‘annii dapat bermakna “dariku”, yaitu Kitabullah dan Sunnah Rasul saw, maupun “tentang aku”, yakni tentang segala aspek peri kehidupan Rasul saw. Kata aayah dapat bermakna tekstual (naskah ayat al Qur-an maupun Hadits) maupun kontekstual (tanda-tanda kekuasaan Allah SWT). Dengan demikian hadits ini mewajibkan kita untuk mengabarkan tentang Islam yang sempurna dalam keseluruhan dimensinya, meskipun baru satu sisi yang mampu kita ungkapkan. Karena makna bahasa tersebut, khususnya makna kata balighu, selama ini hadits tersebut dimaknai sebatas perintah berda’wah, baik yang dilakukan oleh para ‘alim ‘ulama dalam tabligh / kajian atau penulisan buku, maupun kalangan awam dalam pergaulanan sehari-hari. Namun demikian tidaklah semua muslim memiliki keterampilan, kesempatan dan kepercayaan diri untuk menyampaikan informasi dalam bentuk yang dapat dipahami orang lain, sehingga mereka tidak dapat mengamalkan hadits tersebut. Di samping itu jika semua orang “harus” berbicara atau menulis, siapakah lagi yang akan mendengarkan dan membaca? Saya berpendapat hadits ini mungkin sebenarnya dapat bermakna lebih luas. Kata balighu boleh jadi tidak hanya bermakna perintah menyampaikan informasi, tetapi juga menyampaikan manfa’at / maslahat dari setiap ayat / hadits kepada yang membutuhkannya. Dengan pengertian ini setiap muslim sesungguhnya dapat mengamalkan hadits tersebut, apa pun keahlian dan kesempatan yang dimilikinya. Produsen dapat menghasilkan manfaat berupa barang atau jasa, distributor menghantarkannya ke pasar-pasar dan pusat layanan atau langsung ke lokasi konsumen, sedangkan teknisi / praktisi membantu mewujudkan manfaat tersebut sesuai kebutuhan konsumen secara efektif. Sebagai konsekuensinya, tentu saja semua muslim harus berupaya memahami hikmah dari ayat-ayat suci al Qur’an dan hadits-hadits Rasul saw. sejauh dan sebanyak yang mampu dipahaminya. Selanjutnya kita berusaha sekuat tenaga mewujudkan hikmah / manfaat ayat tersebut sesuai dengan segala sumber daya dan kemampuan yang telah diamanahkan Allah SWT kepada kita. Perkembangan ilmu pengetahuan / teknologi mutakhir menjadi penting artinya dalam memfasilitasi proses transformasi dari kalam al Khaliq menjadi manfaat nyata bagi makhluq tersebut. “Siapa menghendaki dunia hendaklah dengan ilmu. Siapa menghendaki akhirat hendaklah dengan ilmu. Siapa menghendaki keduanya hendaklah dengan ilmu.” (al Hadits) Jika kita kaji berbagai temuan ilmiah di berbagai bidang ilmu, sesungguhnya semua tidak lain membuktikan kebenaran absolut Sunatullah yang termaktub pula dalam Kitabullah dan Sunnah Rasul saw. Sangat disayangkan pada kenyataannya sedikit sekali cendekiawan muslim yang secara produktif menyampaikan fenomena tersebut (makna kontekstual “ayat”) kepada ummat dalam bahasa populer. Padahal tulisan-tulisan dan pemaparan semacam ini dapat menghantarkan ummat untuk mengenal Tuhannya ( ma’rifatullah) dengan lebih baik, dan menggugah kesadaran serta kebanggaan sebagai muslim (izzatul muslimin). Dikotomi keilmuan antara ilmu agama / ukhrowi dan umum / duniawi yang selama ini masih berjalan menghambat proses “membumikan al-Qur-an”. Kondisi ini diperparah dengan semakin maraknya pemikiran yang menyanjung sekularisme dan irrelevansi Qur-an – Sunnah dalam kehidupan ultra-modern saat ini. “…Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu ialah yang lebih taqwanya…” .(QS al Hujuraat 49:13) “…Sesungguhnya yang bertaqwa kepada Allah dari kalangan hamba-hambaNya hanyalah orang-orang yang berilmu…” (QS Faathir 35:28) Seandainya semua muslim mengamalkan hadits ini dengan baik, niscaya kita akan saling berlomba-lomba dalam kebajikan ( fastabiqul khairat), tidak hanya dalam menuntut ilmu (tholabul ‘ilmi), tetapi juga dengan memberi sebanyak-banyaknya manfaat kepada lingkungan sekitar ( rahmatan lil ‘alamin). “Sebaik-baik di antaramu adalah yang paling banyak manfaat bagi orang lain.” ( H.R. Bukhari dan Muslim). Wallahu a’lam bish showab. *** Oleh: Nurul Hidayati Fithriyah.

Copyright @ 2013 Muslim Journey.