Rabu, 21 Agustus 2013

Filled Under:

Bertanyalah Selalu

KH Abdullah Gymnastiar Dalam sebuah peperangan, Ali bin Abi Thalib berhasil menjungkalkan lawan tandingnya. Ketika akan menebaskan pedangnya, orang itu segera meludahi wajah Ali. Dengan refleks, Ali menarik tangannya. Ia pun tidak jadi membunuh lawannya. Ali, kenapa engkau tidak jadi membunuhku? tanya orang itu heran. “Aku khawatir membunuhmu bukan karena Allah, tetapi karena engkau meludahiku!.” Sungguh luar biasa. Ali masih mampu mengandalikan diri walau dalam kondisi kritis. Kisah ini memberikan pelajaran berharga, kita harus mampu mengendalikan diri dalam berbagai situasi, tempat dan waktu berbeda. Tak heran bila mengendalikan diri tergolong jihad an-nafs. Sebagaimana disabdakan Rasulullah SAW bahwa perang melawan diri (nafsu) lebih berat dari Perang Badar. Kata kunci mengendalikan diri adalah mampu mengendalikan nafsu. Kita dapat mengumpamakan nafsu sebagai kuda dan setan sebagai pelatihnya. Ketika kuda itu tunduk kepada kita -bukan kepada setan-, maka kita mampu menghemat energi dan mampu mencapai tujuan dengan lebih cepat. Namun sebaliknya, kalau kuda (nafsu) itu tidak terkendali, maka kita akan seperti rodeo, terombang-ambing, terpelanting lalu binasa. Salah satu tabiat nafsu adalah tidak seimbangnya antara kesenangan yang didapat dengan akibat yang harus dipikul. Memakan makanan haram misalnya. Rasanya memang enak, tapi hanya sebentar saat di mulut saja. Mudaratnya pun sungguh luar biasa, doa kita tidak diterima, hati menjadi gelisah, bisa menghancurkan rumahtangga, harta jadi tidak berkah, merusak mental anak, dsb. Belum lagi api neraka yang siap menyambut. Begitu pula dengan pandangan tak terjaga. Melihatnya hanya beberapa saat, tapi bayangannya sulit dilupakan. Shalat pun jadi tidak khusyuk. Maka, kita jangan sekali-kali meremehkan nafsu. Karena bila tak terkendali dapat menghancurkan hidup kita. Ada banyak segi yang harus selalu kita kendalikan, khususnya saat Ramadhan seperti sekarang. Seperti panca indra, perut, syahwat, ataupun perasaan. Andai kita memandang, tahanlah sekuat mungkin dari sesuatu yang diharamkan. Segera berpaling karena Allah SWT melihat yang kita lakukan. Ketika mau menonton TV bertanyalah, Haruskah saya nonton acara ini? Apa ini berpahala? Kalau tidak, matikanlah segera TV tersebut. Untuk lebih menjaga pandangan ada baiknya di samping tempat tidur kita sediakan Alquran agar mudah dibaca, atau siapkan buku bacaan di sekitar tempat kita beraktivitas agar kita selalu terkondisi untuk melakukan hal-hal yang positif. Mengendalikan nafsu perut juga tidak kalah penting. Bertanyalah selalu sebelum menyantap makanan. Apakah saya harus membeli makanan semahal ini? Apakah saya harus makan sebanyak ini? Apakah yang saya makan ini terjamin kehalalannya? Mana yang lebih baik, saya makan makanan sederhana dengan kalori yang sama dan sisa uangnya disedekahkan?. Kalau kita terus bertanya maka nikmat makan akan pindah; bukan dari nikmat rasa lagi tapi nikmat syukur. Begitu pula ketika hendak berbelanja, proses bertanya harus selalu dilakukan sebagai alat mengendalikan keinginan dan nafsu. Luruskan niat terlebih dahulu. Jangan sekadar ingin, sehingga mengabaikan perhitungan. Lebaran tidak harus mengenakan baju atau aksesoris baru. Lebih baik kita memanfaatkan pakaian yang ada. Andai pun mau, sedekahkan uang tersebut kepada anak-anak yatim dan fakir miskin. Insya Allah akan lebih berkah. Dengan terus bertanya kepada hati, insya Allah kita akan memiliki pengendalian diri yang baik. Apalagi yang kita miliki kalau kita tidak bisa mengendalikan diri dan terus ditipu serta diperbudak hawa nafsu. Apalagi yang berharga pada diri kita? Sungguh, tidak ada kemuliaan bagi orang-orang yang memperturutkan hawa nafsu yang tidak di jalan Allah SWT. Kemuliaan hanya bagi orang yang bersungguh-sungguh mengendalikan dan memelihara kesucian dirinya. Wallahu a’lam . *** republika.co.id

0 comments:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 Muslim Journey.