Oleh : Abu Naila Walaupun mudah diucapkan, memaafkan bukanlah perbuatan yang mudah dilakukan. Ketika seseorang telah atau akan dicelakai, maka yang tertanam biasanya perasaan dendam dan ingin membalas. Perasaan seperti itu adalah wajar dalam diri orang biasa. Namun, sikap memaafkan hanya ada pada diri orang yang luar biasa. Memaafkan butuh kematangan diri dan kecakapan spiritual. Kematangan diri hanya bisa didapatkan melalui keterbukaan hati dan pikiran akan segala pengalaman hidup yang dialami. Sementara kecakapan spiritual hanya bisa diperoleh ketika telah memiliki rasa penghambaan yang tinggi hanya kepada Allah SWT semata. Bagi yang memaafkan kesalahan orang lain, Allah SWT menyediakan pahala utama sebagai balasan atas kemuliaan sikap mereka. ”Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.” (QS Asy-Syuura [42]: 43). Dan bagi yang mempunyai keluhuran akhlak, mereka bukan hanya mampu memaafkan kesalahan orang lain, melainkan sekaligus membalas kesalahan tersebut dengan kebaikan yang tak pernah terbayangkan oleh sang pelaku. Allah SWT berjanji hal tersebut justru dapat mempererat tali silaturahim dan membuat antara yang berselisih saling memikirkan seolah-olah mereka adalah sahabat yang sangat setia. ”Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.” (QS Fushshilat [41]: 34). Ada beberapa cara agar kita bisa menjadi pemaaf. Pertama, memperbanyak silaturahim kepada tetangga, sanak kerabat, dan kawan-kawan. Sikap ini akan membuka hati terhadap segala karakter orang, sehingga kita pun tidak mudah marah atau tersinggung atas sikap orang lain. Kedua, memperbanyak dzikir kepada Allah SWT di waktu pagi dan petang. Berdzikir di waktu pagi akan menjernihkan hati dan pikiran kita sebelum beraktivitas. Berdzikir di waktu petang akan kembali menjernihkan hati dan pikiran setelah kita sibuk seharian beraktivitas. Ketiga, memperbanyak berdua-duaan (berkhalwat) dengan Allah SWT di waktu orang lain sedang terlelap tidur. Ini akan menumbuhkan kesabaran serta rasa penghambaan dan pengharapan yang tinggi hanya kepada Allah SWT serta menjauhkan dari ketergantungan terhadap manusia. ”Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.” (QS Fushshilat [41]: 35). Setiap manusia yang telah dewasa pernah mengalami posisi memaafkan dan dimaafkan. Seringnya berganti posisi diatas (memaafkan) atau dibawah (dimaafkan) menjadi sebuah kenikmatan sendiri bagi keduanya, karena di dalamnya ada keimanan, dalam sikap sabar dan syukur. *** Sumber: republika.co.id
Rabu, 21 Agustus 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar