Kamis, 23 Februari 2012

Filled Under:

Naskah Kuno Tanjung Tanah – Kerinci (Jambi)



Sekali lagi saya menemukan bukti kecerdasan orang-orang Nusantara dan kekayaan dari budaya mereka. Semua ini karena telah ditemukannya sebuah naskah kuno yang berasal dari zaman pasca Palawa dengan masih berbahasa Sansekerta. Ini jelas membuat saya pribadi semakin bangga sebagai putra Nusantara terlebih yang dibesarkan di dekat daerah Kerinci – Jambi, kota Bangko tepatnya.

Kitab ini ditemukan di Tanjung Tanah di Mendapo Seleman (terletak sekitar 15 kilometer dari Sungai Penuh, Kerinci, Jambi) dan masih disimpan sampai sekarang oleh pemiliknya. Naskah Tanjung Tanah bukan hanya naskah Melayu yang tertua, melainkan juga satu-satunya naskah Melayu yang tertulis dalam aksara pasca-Palawa yang juga disebut sebagai aksara Malayu, dan naskah pada kitab ini masih menggunakan bahasa Sansekerta.

Tidak hanya itu, yang lebih mengejutkan lagi adalah bahwa nama Kerinci sendiri telah dikenal di Mohenjo-Daroo (India – Pakistan) sekitar 3.500 SM, karena wilayah – kalau boleh dikatakan sebagai kerajaan – ini adalah salah satu penghasil kemeyan, gharu, dan emas yang terbaik di dunia.


Bahan Naskah Tanjung Tanah

Naskah Tanjung Tanah ini telah diteliti oleh Tokyo Restoration & Conservation Center pada Oktober 2004, dan hasilnya menunjukan bahwa bahannya adalah daluang (Broussonetia papyrifera (L.) L’Hér. ex Vent). Daluang, juga disebut dluwang atau daluwang, merupakan salah satu bahan yang telah digunakan sejak dahulu sebagai kain (tapa) atau sebagai bahan tulis. Pemeriksaan mikroskop juga menunjukkan bahwa naskah ini tidak diolesi dengan kanji, dan pada seratnya masih terdapat pektin serta hemiselulose. Biasanya serat kayu yang utuh selalu dibalut oleh serat larut pektin dan hemiselulose.

Pada proses pemurnian kulit kayu daluang untuk digunakan menjadi bahan tulis, kadar kedua hidrat arang biasanya menyusut sehingga tinggal serat murni. Adanya kadar pektin serta hemiselulose dalam sampel naskah Tanjung Tanah menjadi indikator bahwa proses pembuatan naskah termasuk sederhana. Di samping itu permukaan daluang Tanjung Tanah juga termasuk kasar dibandingkan dengan naskah daluang lainnya yang diperiksa sebagai bahan pembandingnya.

Analisis Radiokarbon

Sampel kecil yang dengan izin pemilik naskah Tanjung Tanah diambil dari salah satu halaman yang kosong (yang tidak mengandung tulisan), dikirim ke Rafter Radiocarbon Laboratorydi Wellington, New Zealand, untuk dianalisis dengan menggunakan spektrometer pemercepat masa, accelerator mass spectrometry (AMS). AMS dapat disebut terobosan baru dalam metode pengukuran radiokarbon karena memungkinan analisis radiokarbon pada sampel yang sangat kecil volumenya.

Dengan menggunakan spektrometer, akurasi penentuan umur menjadi semakin tinggi karena metode tersebut mampu melacak unsur C-14 dari bahan uji coba yang amat kecil. Analisis sampel naskah Tanjung Tanah yang diadakan di Laboratorium Rafter menghasilkan umur radiokarbon 553 ± 40 tahun before present (BP) yang sama dengan tahun 1397 M ± 40 tahun (1357 – 1437 M) karena tahun 1950 dianggap sebagai present — (sesuai dengan ketentuan konvensi yang berlaku). Akan tetapi umur yang konvensional tersebut tidak persis sama dengan umur yang sebenarnya karena waktu paruh karbon-14 adalah 5.730 tahun. Dimana waktu paruh adalah waktu yang diperlukan untuk meluruhkan setengah dari inti atom. Artinya apabila proses peluruhan dimulai pada satu kilogram material radioaktif, material tersebut akan luruh menjadi setengah kilogram dari unsur tersebut.

Selanjutnya setengah kilogram material tersebut akan menjadi setengahnya lagi setelah waktu paruhnya dan seterusnya. Setelah memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi karbon-14 dan selanjutnya penyesuaian dilakukan dengan menggunakan kalibrasi INTCAL98. Setelah diadakan kalibrasi, maka terdapat dua kemungkinan tentang umur naskah Tanjung Tanah: Dengan probabilitas 95,4% naskah Tanjung Tanah jatuh pada kurun waktu 1304 dan 1370 M (44,3%), atau antara tahun 1380 dan 1436 M (51,7%). Persentase yang di kurung adalah distribusi probabilitas yang untuk kedua kurun waktu hampir sama sehingga kita harus menerima kenyataan bahwa penanggalan tidak dapat diadakan dengan sangat tepat. Namun demikian jelas bahwa pohon yang digunakan untuk menghasilkan kertas daluang di tebang antara tahun 1304 dan 1436 Masehi.


Naskah Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah

Transliterasi naskah Tanjung Tanah telah disajikan dalam dua versi, yaitu transliterasi kritis dan transliterasi diplomatis. Transliterasi kritis merupakan salinan teliti secara huruf demi huruf, tanda demi tanda, sedapatnya mencerminkan setiap ciri atau kekhususan teks asli. Sedangkan transliterasi diplomatis yang merupakan salinan luwes yang bertujuan memperkirakan bagaimana bacaan teks tersebut sebagaimana yang dimaksudkan.

Arti beberapa kata 

Beberapa kata-kata yang terdapat di dalam UU Tanjung Tanah, jika ditelusuri masih digunakan oleh masyarakat yang berada di sekitar kawasan tersebut, diantaranya:

* Anjing Mawu: Kata mawu sampai saat ini masih digunakan oleh masyarakat Minangkabau untuk binatang yang telah terlatih dengan baik. Anjing mawu artinya anjing terlatih. Burung mawu artinya burung peliharaan yang akan segera berbunyi jika kita bersiul.

0 comments:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 Muslim Journey.