Kaki Bengkak, Simbol Cinta Rasulullah
Suatu ketika Abu Dzar Al Ghiffari melihat Rasulullah SAW shalat malam. Ia pun segera bermakmum padanya. Pada rakaat pertama, Rasul membaca QS Al Baqarah dari awal. Beliau terus membacanya sampai ratusan ayat. “Mungkin beliau akan sujud pada ayat yang ke dua ratus,” demikian pikir Abu Dzar. Ketika tiba di ayat 200 dan ada jeda, Abu Dzar bersiap untuk ruku. Ternyata, Rasul meneruskan bacaannya.
Maka Abu Dzar membatalkan rukunya. “Mungkin beliau akan ruku setelah Al Baqarah ini selesai,” demikian pikir Abu Dzar berikutnya. Maka setelah QS Al Baqarah selesai dibaca (286 ayat), Abu Dzar kembali bersiap untuk ruku. Ternyata, Rasul meneruskan membaca QS Ali Imran. Maka Abu Dzar membatalkan rukunya. “Mungkin beliau akan ruku setelah selesai membaca Ali Imran,” pikir Abu Dzar kembali. Maka ketika Rasul selesai membaca QS Ali Imran (200 ayat), Abu Dzar kembali bersiap untuk ruku. Ternyata, Rasul meneruskan membaca QS An Nisaa’.
Akhirnya setelah QS An Nisaa’ selesai dibaca (176 ayat), Rasul bertakbir lalu ruku. Maka Abu Dzar mengikutinya. “Dan rukunya beliau hampir sama lamanya dengan berdirinya,” ungkap Abu Dzar. Pada saat berdiri di rakaat pertama tersebut Rasul membaca 762 ayat. Sungguh luar biasa!
Demikian hebatnya shalat Rasulullah SAW, tak heran bila kaki beliau sampai bengkak-bengkak. Hal ini diungkapkan istri beliau, ‘Aisyah binti Abu Bakar.
Bengkaknya kaki Rasul saat menjalankan shalat, dapat ditafsirkan dengan menggunakan beberapa pendekatan. Salah satunya, sebagaimana kita beliau pun tetap manusia biasa. Kondisi “biasa” ini dan tidak dibekali mukjizat yang “aneh” dan supranatural menjadikan Rasul sebagai contoh ideal yang keteladanannya tidak mungkin kita pungkiri. Akan sangat berbeda kenyataannya bila beliau seperkasa Nabi Musa, barangkali setiap keteladanan yang dicontohkan kepada kita senantiasa akan kita abaikan. Maklumlah dengan mudahnya kita akan dapat berdalih bahwa kita tidaklah sekuat dan seperkasa Musa.
Kriteria “biasa-biasa” saja yang melekat pada diri dan kepribadian Rasulullah SAW juga tercermin dari kebersahajaan dan ‘gurat nasib” yang beliau sebagaimana kita juga alami. Ketika terjadi perang Uhud, beliau juga terluka dan beberapa giginya tanggal. Menjelang perang Khandaq, pendapat beliau tidak dipraktikkan. Yang dipraktikkan justru strategi dari Salman Al Farisi.
Rasulullah juga tidak kebal dari cobaan dan godaan orang-orang yang memusuhinya. Dalam pengepungan benteng Khaibar, Rasulullah diberi air minum beracun yang dipersembahkan dua wanita Yahudi. Hukuman apa yang beliau berikan kepada wanita Yahudi tersebut? Mereka dimaafkan! Kesabaran dan kebesaran hati beliaulah mukjizat sesungguhnya.
Dalam kisah lain yang tak kalah menyentuhnya, digambarkan Rasulullah yang dihina, dicerca, serta disakiti dengan cara dilempari batu dan tanaman berduri ketika berkunjung ke Thaif, dengan lapang dada dan berbesar hati memaafkan orang-orang yang telah menyakitinya. Ketika istri beliau Aisyah cemburu kepada Mariah Al Qibtiyah, istri Rasul yang berasal dari Mesir, dengan sabar beliau mendengarkan keluhan dan aspirasi istri tercintanya tersebut. Bahkan untuk menjaga perasaan Aisyah, Mariah ditempatkan di pinggiran kota Madinah.
Ketika beliau sanggup shalat malam setiap harinya, bahkan di saat beliau telah uzur, maka tak ada alasan bagi kita untuk meninggalkannya. Bila Rasulullah dapat melakukan shalat lima waktu dengan disiplin, tepat waktu dan tertib, maka sulit bagi kita untuk menghindari kewajiban tersebut dengan alasan bahwa kita tidak mampu. Bila kaki Rasul bengkak-bengkak karena terlalu lama shalat, itulah mukjizat beliau. Beliau adalah orang “biasa” yang sama dengan kita.
Ketika terlalu lama berdiri shalat kakinya juga bengkak. Bila Rasulullah saja yang merupakan kekasih Allah shalat sampai kakinya bengkak-bengkak, bagaimana dengan kita? Sudah sewajarnya kita lebih “babak belur” dalam ibadah.
Tubuh orang yang sedang rindu kepada Allah SWT, akan menghasilkan hormon-hormon ketenangan seperti serotonin, endorfin, POMC, dan enkefalin serta feniletilamin. Kondisi ini akan diikuti respons umpan balik yang akan menghambat hormon-hormon yang bersifat antagonis atau berlawanan prinsip kerjanya. Hormon-hormon seperti adrenalin, dopamin, dan gama amino butirik asid akan direduksi (diminimalisasi) produksinya.
Apa akibatnya? Akan terjadi penurunan aktivitas kerja sistem vital tubuh seperti peredaran darah dan pernafasan. Degup jantung akan melambat, nafas pun menjadi teratur dan tenang. Bila kondisi ini berlangsung dalam waktu lama, maka wajar bila terjadi penumpukan cairan di bagian bawah tubuh yang paling terkena dampak gravitasi (yaitu kaki). Jadi bila mengacu kepada teori dan hipotesis ini, maka bengkaknya kaki Rasulullah ketika menjalankan shalat dalam jangka waktu lama terjadi karena shalatnya Rasulullah sangat khusyuk dan mendalam.
Begitu “jatuh cinta”-nya beliau kepada Allah SWT, sehingga semua hormon dalam tubuh beliau bertasbih dan memberikan respons kerinduan. Bengkaknya kaki Rasulullah SAW adalah simbol dan perlambang cinta sejati seorang hamba kepada Tuhannya. Wallaahu a’lam. (tri )
***
sumber: republika.co.id